Tolong! Anak saya SPD!

Pertama, tarik nafas, buang nafas, perlahan.. Calm down.. It’s not the end of the world.

Jika Anda sudah tenang, maka langkah selanjutnya yaitu..

SEGERA periksakan anak Anda ke ahlinya

Dengan kemudahan mencari ilmu dengan ‘mbah google’, jangan mendiagnosis sendiri, pastikan kepada ahlinya. Siapa? Bisa dokter maupun psikolog di klinik tumbuh kembang anak. Beberapa klinik tumbuh kembang anak yg saya tahu yaitu:

  • Klinik Anakku (Jakarta): Jl. Raya Mandiri Tengah Blok M4D Kav. 1-2, Kelapa Gading Permai, RT.13/RW.18, Klp. Gading Tim., Kec. Klp. Gading, Kota Jkt Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14240. Whatsapp: 08111799288.
  • Klinik Pela 9 (Kebayoran, Kemang, Tomang, Bintaro) https://www.klinikpela9.com
  • Klinik Rainbow Castle (Jakarta): Jl. Zamrut Raya No.28, RT.5/RW.4, Sumur Batu, Kec. Kemayoran, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10640. Whatsapp: 081366900400.
  • Klinik Lalita (Bekasi, Alam Sutera) https://kliniklalita.com
  • Klinik tumbuh kembang di RS Hermina
  • Klinik Suryakanti (Bandung, Jawa Barat): Jl. Terusan Cimuncang, Sukapada, Kec. Cibeunying Kidul, Bandung, Jawa Barat 40125. Telepon: 022 7232369. https://suryakanti.or.id/en/

Saat Anda merasa anak Anda mungkin mengalami SPD (Sensory Processing Disorder), lakukan pemeriksaan secepat mungkin. Semakin cepat anak Anda terdiagnosis SPD, semakin dini terapi dilakukan, insyaAllah hasilnya lebih baik.

Terima kondisi anak Anda

Jika setelah Anda memeriksakan anak Anda ke ahlinya, dan anak Anda didiagnosis SPD, maka terimalah dengan lapang dada. Anak Anda dititipkan Allah kepada Anda, berarti Allah percaya bahwa Anda bisa mendidiknya dengan baik. Seorang sahabat saya, Novi, pernah bilang: anak spesial untuk orangtua spesial. Jangan berkecil hati hanya karena anak kita ‘berbeda’. Allah sudah menciptakan anak kita dengan kondisi terbaik. Tugas kita sebagai orangtua untuk memberikan pendidikan yg terbaik yg kita mampu, agar anak kita bisa berkembang optimal sesuai potensinya.

Jalani terapi offline dan online

Bagaimana dengan terapinya? Dalam kondisi pandemi saat ini, terutama di Indonesia, sulit untuk terapi offline, karena risiko tertular covid19 sangat besar. Walaupun mungkin tidak seoptimal terpai offline, jalani terapi online dengan baik, dan jika bisa dampingi anak. Setelah pandemi usai, dan terapi offline dibuka kembali, ikuti jadwalnya dengan baik. Jika disarankan 2x atau 3x seminggu, jalani. Jika ‘hanya’ disarankan 1x seminggu, jalani. Dokter dan terapis akan mengevaluasi hasil terapi setiap 3 bulan, apakah jadwal terapinya sudah cukup/belum, dan bagaimana perkembangan anak kita.

Jangan lupa lakukan home therapy

Setiap selesai sesi terapi, biasanya terapis akan memberikan beberapa latihan/aktivitas untuk dilakukan di rumah (home therapy). Sesi terapi dengan terapis biasanya sekitar 1 jam. Sementara waktu kita dengan anak kita di rumah jauh lebih banyak. Manfaatkan waktu di rumah dengan melakukan home therapy, insyaAllah perkembangan anak lebih cepat maju.

Syukuri setiap perkembangannya

Membandingkan anak kita dengan anak lain yang tipikal/tanpa SPD adalah BIG NO! Sudah jelas anak kita berbeda pada banyak hal. Membanding-bandingkan hanya membuat kita stres, yang pada akhirnya anak kita ikutan stres. Bersyukur atas setiap kemajuan pada perkembangan anak kita, walaupun terlihat sedikit kemajuannya. Bersyukur membawa dampak positif bagi kita dan anak.

Jangan menghentikan terapi sendiri

Seringkali, karena kemajuan perkembangan anak yang sepertinya minim, kita jadi tidak percaya dengan dokter/psikolog/terapis. Komunikasikan kekuatiran Anda kepada mereka, diskusikan baik-baik. Jika setelah diskusi, Anda merasa kurang sreg, silahkan cari klinik tumbuh kembang lain, yang penting jangan berhenti mencari tempat terapi yang cocok untuk anak Anda.

SABAR

Saya tulis huruf besar semua karena memang hal ini modal utama kita sebagai orangtua. Sabar ketika:

  • lingkungan kita (keluarga, teman, dll) tidak mendukung, berkata kita lebay, atau meremehkan “ah nanti juga sembuh sendiri”
  • menanti antrian di klinik tumbuh kembang. Saking banyaknya anak-anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang dan butuh terapi, antrian di berbagai klinik tumbuh kembang kadang bisa berbulan-bulan
  • kita sering ga paham perilaku anak walaupun kita sudah ‘menelan’ berbagai buku, artikel dan bahan bacaan lain mengenai SPD, juga berdiskusi dengan para dokter dan terapis
  • ‘hanya’ sedikit kemajuan perkembangan anak kita saat terapi
  • butuh waktu yang tidak sebentar, bisa berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun untuk terapi.

Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS At-Tin: 4)

Review Buku “Tentang Aku”

tentang aku

Baca buku ini jadi inget perjalanannya Rafa. Rafa dulu speech delay, dengan diagnosis gangguan bahasa ekspresif, yang disebabkan gangguan sensori integrasi (-red saat ini disebut SPD/Sensory Processing Disorder). Itu adalah diagnosis dari Prof. Hardiono Pusponegoro, dokter dan pemilik Klinik Anakku. Pusing? Kaget? Bingung? Itu yang saya alami saat pertama kali mendengar istilah-istilah tersebut. Apa pula ini gangguan sensori yang bisa bikin anak ga bisa ngomong? Sensori? Panca indera yang 5? Terus apa hubungannya? 

Setelah konsul dengan Prof. Hardiono, Rafa diobservasi oleh Tante Titi, terapis okupasi di Klinik Anakku. Dalam 1 jam observasinya, Tante Titi bisa “menebak” berbagai masalah sehari-hari Rafa. Saat menjelaskan hasil observasi Rafa, Tante Titi memberikan saya piramida seperti di bawah ini. 

piramida SI

Ternyata sistem sensori ada 8: visual, olfaktori, auditori, gustatori, taktil, vestibular, proprioseptif, dan interoseptif. Kedelapan sistem sensori ini bekerja sama (berintegrasi). Sensori integrasi yang baik itu penting sebagai basic atau pondasi semua skill. Kemampuan bicara dan bahasa itu ada di bagian atas piramida. Jadi gimana anak mau ngomong kalo pondasinya (sensori integrasi) itu masih berantakan? 

Sebelumnya saya cukup sering mendengar sensory play, tapi ga pernah saya perhatikan dengan baik, karena saya kira itu ga penting. Ternyata itu penting sekali. Jaman nenek moyang kita gada istilah sensory play, karena emang mereka main biasa di alam pun otomatis uda sensory play. Generasi sekarang? Anak pertama dikekepin di dalem rumah, bersiiihh, boro-boro main pasir/tanah, keluar sebentar main di rumput aja ibunya parno (saya banget ini). Alhasil si anak kurang stimulasi. TAPI penyebab SPD bukan cuma kurang stimuli, sebaiknya periksa ke ahlinya (dokter tumbuh kembang, rehabilitasi medik, psikolog). Pada kasus Rafa, ternyata Rafa autis ringan, dan 70-80% anak ASD (Autism Spectrum Disorder) mengalami SPD. 

Setelah diagnosis SPD saat Rafa usia 1.5 tahun, maka dilanjutkan dengan terapi SI, terapi wicara, dan terapi okupasi. Saat usia 3 tahun, biidznillah alhamdulillah Rafa mulai lancar bicara. Saat usia 4 tahun sudah catch-up kemampuan bicara dan bahasanya. Saat usia 5-6 tahun, Rafa belajar bahasa Inggris dari youtube sendiri, sampe saya konsul bolak balik ke dokternya, ini gapapa Rafa bilingual? Katanya gapapa selama bahasa ibu (Indonesia) uda ajeg. Saat pemeriksaan kecerdasan di sekolahnya, yang menonjol di Rafa adalah kecerdasan linguistik. MasyaAllah. Memang ya kalau Allah sudah berkehendak, apapun bisa terjadi. 

Saat ini di usia 7 tahun, Rafa alhamdulillah fasih berbahasa Indonesia dan Inggris, bahkan logatnya jauh lebih bagus daripada saya. Bagaimana SPD-nya? Masih ada, tapi tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Sama seperti si anak di buku “Tentang Aku” yang pada akhirnya bisa melakukan berbagai kegiatan dengan nyaman. MasyaAllah, alhamdulillah. 

Buat ibu-ibu yang anaknya SPD, buku ini bisa memberikan sedikit gambaran tentang apa yang dialami anak, dan menjelaskan kepada anak tentang kondisinya. Jazaakumallahu khayran dr. Adilla Hikma dan mba Diani Apsari uda membuat buku ini.

Pantang Menyerah

1543354435182

Pantang menyerah. Lagi-lagi kata yang mudah diucapkan, tapi butuh perjuangan untuk mencapainya. Pantang menyerah dalam hal apa? Kebaikan, terutama yg bernilai pahala. Kalo orang merokok pantang menyerah dalam merokok, padahal jelas-jelas merugikan diri & orang sekitarnya, masa’ yg berjuang dalam kebaikan kalah semangat 🙂

Ada satu hal yg sangat saya syukuri, yaitu saat saya pantang menyerah memberikan terapi untuk Rafa, anak saya. Seperti yg sudah saya ceritakan sebelumnya, Rafa dulu mengalami gangguan sensori integrasi, yg menyebabkan perkembangan bicara dan bahasanya terlambat. Rafa diperiksa oleh dokter spesialis anak subspesialis tumbuh kembang dan dokter spesialis rehabilitasi medik di Hermina saat berusia 15-16 bulan. Saat itu Rafa didiagnosis mengalami gangguan sensori integrasi dan gangguan bahasa ekspresif. Saat itu pula “perjalanan” terapi Rafa dimulai.

Kalau dibilang saat yang paling berat adalah saat memulai sesuatu, saya setuju banget. Apalagi saat sesi terapi, Rafa menangis terus. Rasanya pengen berhenti saja terapinya. Tapi saya ingat kata-kata para dokter spesialis yg memeriksa Rafa, juga berbagai literatur yg saya baca, bahwa usia 2-3 tahun pertama anak adalah masa emas (golden period) tumbuh kembang anak. Kalau sudah lewat masa emas, akan lebih sulit bagi anak untuk berkembang. Saya pun menguatkan diri dan terus menyemangati Rafa.

6 bulan berlalu, alhamdulillah ada perubahan pada perilaku dan emosi Rafa, namun tidak ada perubahan yg bermakna pada bicaranya. Saya pun stres karena Rafa sudah berusia 2 tahun. Masa emas-nya tinggal 1 tahun lagi. Saya pun mencari tempat terapi lain, dan banyak yg merekomendasikan Klinik Anakku. Namun antrian disana 2-3 bulan (ini baru ketemu dokternya), kemudian antri lagi untuk jadwal terapinya (sekitar 2-3 bulan juga). Setelah diperiksa Prof.Hardiono, diagnosisnya sama, masih gangguan bahasa ekspresif dengan gangguan sensori integrasi. Sambil menunggu jadwal terapi di Klinik Anakku, Rafa tetap meneruskan terapi di Hermina.

6 bulan kemudian, saat Rafa berusia 2,5 tahun, kata pertama yg bisa Rafa ucapkan yaitu “Bunda”, masya Allah. Namun, tidak ada perkembangan lain yg berarti. Saya juga belum mendapat jadwal terapi Rafa di Klinik Anakku. Saya kontrol ke Prof.Hardiono. Disini saya sempat sangat sedih dan merasa gagal sebagai ibu. Beliau tampak frustasi krn Rafa hanya bisa 1 kata yg jelas, dan belum juga diterapi di Klinik Anakku. Dengan bantuan beliau, Rafa akhirnya mendapat jadwal di Klinik Anakku. Betapa leganya saya saat mulai sesi terapi di Klinik Anakku, Rafa tidak menangis, hanya sesekali merengek. Rafa terlihat bersemangat menjalani terapinya.

6 bulan lagi berlalu, Rafa berusia 3 tahun. Alhamdulillah Rafa mulai menunjukkan perkembangan bahasa dan bicara. Biarpun masi belum jelas pelafalannya, tapi Rafa sudah “bawel”. The doctor even gave his thumbs up (literally). Sepanjang sesi kontrol, Prof.Hardiono tampak lega dan bangga pada Rafa. Pada tahap ini, beliau mempersilahkan jika Rafa ingin berhenti terapi karena perkembangannya sudah baik. Bahkan sempat dibilang bahwa untuk anak seperti Rafa, kemampuan bicara seperti itu sudah “bagus”. Di satu sisi, saya bersyukur bahwa perkembangan Rafa baik, tapi di sisi lain, saya merasa Rafa masih bisa berkembang lagi. Saya dan suami memutuskan untuk melanjutkan terapi Rafa.

6 bulan lagi berlalu, Rafa berusia 3,5 tahun. Saya selalu terharu dan sangat bersyukur setiap mengingat masa-masa ini. 2 tahun setelah terapi, perkembangan bicara dan bahasa Rafa sangat pesat. Saya mulai keteteran mengisi buku catatan kosakata Rafa, saking banyaknya pertambahan kosakata Rafa, alhamdulillah. Oia, saat itu Prof.Hardiono hanya menangani pasien baru dan pasien “sulit”, pasien lainnya dipercayakan ke dr.Selly dan bu Anita. Saat kontrol ke dr.Selly (dokter anak) dan bu Anita (psikolog), mereka tampak takjub dengan perkembangan Rafa. Mereka sangat ramah dan keibuan, Rafa tampak nyaman ngobrol dengan mereka. Mereka kemudian memutuskan bahwa Rafa sudah lulus terapi sensori integrasi. Dan Rafa mulai menjalani terapi wicara di rumah (home therapy), dengan orangtua sebagai “terapis”nya.

3 bulan berlalu, namun perkembangan bicara dan bahasa Rafa dari home therapy kurang optimal. Akhirnya Rafa terapi wicara di Klinik Anakku, dengan terapis Tante Yanti. Seperti terapis lain di Klinik Anakku, Tante Yanti sangat ramah, cepat dekat dgn anak, juga energetik. Adaaa saja idenya Tante Yanti mengajak Rafa mengikuti berbagai latihan yg terus berulang. Alhamdulillah, perkembangan bicara Rafa semakin baik lagi. Setiap kontrol ke dr.Selly dan bu Anita pun, mereka memuji perkembangan Rafa.

Hingga akhirnya, saat Rafa berusia 4,5 tahun, Rafa dinyatakan lulus terapi wicara. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Setelah 3 tahun diterapi, Rafa akhirnya lulus. Dan 3 tahun bukanlah waktu yg singkat, apalagi utk Rafa yg masih balita. Hampir seluruh hidupnya (saat itu) diisi dgn terapi (baik di klinik maupun di rumah). Mengutip dari ig-story @loveshugah, anak itu guru kehidupan, kita bisa belajar banyak melalui anak. Pantang menyerah. Rafa yg masih balita sudah memiliki semangat itu. Masya Allah.

Rafa Lulus SI (Sensori Integrasi)

1499833652546Ini foto sekitar 6 bulan lalu, saat Rafa dinyatakan sudah lulus SI (terapi sensori integrasi). Rafa menjalani terapi SI sejak usia 1,5 tahun dengan diagnosis gangguan bahasa ekspresif (yg diagnosis Prof. Hardiono Pusponegoro,SpA). Istilah awamnya telat bicara/speech delay. Mungkin ada yg penasaran, kenapa telat bicara terapinya bukan terapi wicara? Apa hubungannya bicara dengan sensori integrasi?

Saya coba jelaskan sedikit ya (dengan ilmu saya yg terbatas). Bicara dan bahasa merupakan hasil proses yg kompleks. Kalau di hierarki sensori integrasi, bicara dan bahasa ada di puncak. Hierarki terendah yaitu penguasaan 7 indera (bisa dibaca di buku “Keajaiban 7 Indera” dari Rumah Dandelion), terdiri dari 5 indera yang sudah kita ketahui ditambah vestibular dan proprioseptif. Rafa didiagnosis memiliki gangguan pada penguasaan vestibularnya. Proses dasarnya saja belum sempurna, apalagi bicara yg ada di puncak hierarki. Oleh karena itu, Rafa menjalani terapi SI.

Oia, tidak setiap kasus telat bicara penyebabnya gangguan sensori integrasi ya, lebih baik diperiksa oleh ahlinya (dokter anak, dokter rehabilitasi medik, dan psikolog). Saya juga pernah menulis artikel singkat tentang perkembangan bicara anak dan gangguannya, bisa dibaca disini dan disini. Saya bukan ahli sih, cuma mau berbagi sedikit ilmu yg saya punya.

Balik lagi ke foto di atas. Kedua wanita cantik di samping Rafa adalah terapisnya Rafa yg super sabar dan gigih, namanya Tante Vina dan Tante Rinda. Mereka juga sering nyemangatin saya buat ngelatih Rafa di rumah juga, biar perkembangan bicaranya lebih cepet. Setelah terapi selama 2 tahun lebih (umur Rafa sekitar 3,5 tahun) alhamdulillah Rafa lulus terapi SI. Lama? Nope. Kata terapisnya itu termasuk cepet. Kalo kata saya sih lama juga yak, kirain cuma sebulan 2 bulan gitu terapinya *ngarep* Alhamdulillah, Rafa yg tadinya ga bisa bicara satu kata pun, saat itu sudah bisa 200an kata (ini beneran saya itungin) dan mulai bisa merangkai kalimat yg terdiri dari 2-3 kata. Alhamdulillah.

Selesai? Belum, terapi dilanjutkan dengan terapi wicara. Otot-otot bicaranya Rafa kurang kuat, jadi harus dilatih supaya bicaranya lebih jelas. Sebenernya latihannya simpel, kayak meniup, menggigit, gerakin lidah atas bawah kanan kiri kayak senam, dll. Atas anjuran terapis, dokter dan psikolognya, terapi wicara ini saya aja yg melatih Rafa di rumah (home therapy). Tapi setelah dievaluasi, home therapy saja kurang efektif. Kalo kata Tante Yanti (terapis wicaranya), Rafa lebih manja sama saya, jadi susah seriusnya saat home therapy. Saat terapi wicara dengan Tante Yanti juga, alhamdulillah perkembangannya Rafa lebih baik lagi. Terapi wicaranya sudah jalan sekitar 6 bulan. Alhamdulillah Rafa saat ini umur 4 tahun, bicaranya sudah jelas dan bawel banget. Guru-guru di sekolahnya Rafa bilang sepi kalo Rafa ga masuk sekolah, karena Rafa paling bawel di kelasnya.

Selesai? Belum. Rafa terapinya di klinik tumbuh kembang (CMC Kayu Putih), jadi dilihat semua aspek. Kemampuan bicara dan bahasa Rafa alhamdulillah sudah sesuai usianya. Jadi naik level nih Rafa, terapinya yg sekarang untuk kesiapan akademisnya. Jadi nambah terapi okupasi, karena motorik halusnya Rafa masih perlu diasah dan fokusnya perlu dilatih supaya bertahan lebih lama.

Sudah hampir 3 tahun terapi apa ga bosen? Alhamdulillah Rafa masi semangat tuh. Emaknya mesti semangat juga donk. Sesekali ada sih pikiran “ya Allah ini kapan kelarnyaaaa” Selama masih ada rejeki waktu dan tenaga, jalanin aja. Sabar aja. Saya juga sering ngobrol sama ibu-ibu lain di tempat terapinya Rafa, semuanya juga masih sabar dan semangat koq. Alhamdulillah.

Rabu, 14 Juni 2017
Diana Andarini