Review Buku “Tentang Aku”

tentang aku

Baca buku ini jadi inget perjalanannya Rafa. Rafa dulu speech delay, dengan diagnosis gangguan bahasa ekspresif, yang disebabkan gangguan sensori integrasi (-red saat ini disebut SPD/Sensory Processing Disorder). Itu adalah diagnosis dari Prof. Hardiono Pusponegoro, dokter dan pemilik Klinik Anakku. Pusing? Kaget? Bingung? Itu yang saya alami saat pertama kali mendengar istilah-istilah tersebut. Apa pula ini gangguan sensori yang bisa bikin anak ga bisa ngomong? Sensori? Panca indera yang 5? Terus apa hubungannya? 

Setelah konsul dengan Prof. Hardiono, Rafa diobservasi oleh Tante Titi, terapis okupasi di Klinik Anakku. Dalam 1 jam observasinya, Tante Titi bisa “menebak” berbagai masalah sehari-hari Rafa. Saat menjelaskan hasil observasi Rafa, Tante Titi memberikan saya piramida seperti di bawah ini. 

piramida SI

Ternyata sistem sensori ada 8: visual, olfaktori, auditori, gustatori, taktil, vestibular, proprioseptif, dan interoseptif. Kedelapan sistem sensori ini bekerja sama (berintegrasi). Sensori integrasi yang baik itu penting sebagai basic atau pondasi semua skill. Kemampuan bicara dan bahasa itu ada di bagian atas piramida. Jadi gimana anak mau ngomong kalo pondasinya (sensori integrasi) itu masih berantakan? 

Sebelumnya saya cukup sering mendengar sensory play, tapi ga pernah saya perhatikan dengan baik, karena saya kira itu ga penting. Ternyata itu penting sekali. Jaman nenek moyang kita gada istilah sensory play, karena emang mereka main biasa di alam pun otomatis uda sensory play. Generasi sekarang? Anak pertama dikekepin di dalem rumah, bersiiihh, boro-boro main pasir/tanah, keluar sebentar main di rumput aja ibunya parno (saya banget ini). Alhasil si anak kurang stimulasi. TAPI penyebab SPD bukan cuma kurang stimuli, sebaiknya periksa ke ahlinya (dokter tumbuh kembang, rehabilitasi medik, psikolog). Pada kasus Rafa, ternyata Rafa autis ringan, dan 70-80% anak ASD (Autism Spectrum Disorder) mengalami SPD. 

Setelah diagnosis SPD saat Rafa usia 1.5 tahun, maka dilanjutkan dengan terapi SI, terapi wicara, dan terapi okupasi. Saat usia 3 tahun, biidznillah alhamdulillah Rafa mulai lancar bicara. Saat usia 4 tahun sudah catch-up kemampuan bicara dan bahasanya. Saat usia 5-6 tahun, Rafa belajar bahasa Inggris dari youtube sendiri, sampe saya konsul bolak balik ke dokternya, ini gapapa Rafa bilingual? Katanya gapapa selama bahasa ibu (Indonesia) uda ajeg. Saat pemeriksaan kecerdasan di sekolahnya, yang menonjol di Rafa adalah kecerdasan linguistik. MasyaAllah. Memang ya kalau Allah sudah berkehendak, apapun bisa terjadi. 

Saat ini di usia 7 tahun, Rafa alhamdulillah fasih berbahasa Indonesia dan Inggris, bahkan logatnya jauh lebih bagus daripada saya. Bagaimana SPD-nya? Masih ada, tapi tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Sama seperti si anak di buku “Tentang Aku” yang pada akhirnya bisa melakukan berbagai kegiatan dengan nyaman. MasyaAllah, alhamdulillah. 

Buat ibu-ibu yang anaknya SPD, buku ini bisa memberikan sedikit gambaran tentang apa yang dialami anak, dan menjelaskan kepada anak tentang kondisinya. Jazaakumallahu khayran dr. Adilla Hikma dan mba Diani Apsari uda membuat buku ini.

Pantang Menyerah

1543354435182

Pantang menyerah. Lagi-lagi kata yang mudah diucapkan, tapi butuh perjuangan untuk mencapainya. Pantang menyerah dalam hal apa? Kebaikan, terutama yg bernilai pahala. Kalo orang merokok pantang menyerah dalam merokok, padahal jelas-jelas merugikan diri & orang sekitarnya, masa’ yg berjuang dalam kebaikan kalah semangat 🙂

Ada satu hal yg sangat saya syukuri, yaitu saat saya pantang menyerah memberikan terapi untuk Rafa, anak saya. Seperti yg sudah saya ceritakan sebelumnya, Rafa dulu mengalami gangguan sensori integrasi, yg menyebabkan perkembangan bicara dan bahasanya terlambat. Rafa diperiksa oleh dokter spesialis anak subspesialis tumbuh kembang dan dokter spesialis rehabilitasi medik di Hermina saat berusia 15-16 bulan. Saat itu Rafa didiagnosis mengalami gangguan sensori integrasi dan gangguan bahasa ekspresif. Saat itu pula “perjalanan” terapi Rafa dimulai.

Kalau dibilang saat yang paling berat adalah saat memulai sesuatu, saya setuju banget. Apalagi saat sesi terapi, Rafa menangis terus. Rasanya pengen berhenti saja terapinya. Tapi saya ingat kata-kata para dokter spesialis yg memeriksa Rafa, juga berbagai literatur yg saya baca, bahwa usia 2-3 tahun pertama anak adalah masa emas (golden period) tumbuh kembang anak. Kalau sudah lewat masa emas, akan lebih sulit bagi anak untuk berkembang. Saya pun menguatkan diri dan terus menyemangati Rafa.

6 bulan berlalu, alhamdulillah ada perubahan pada perilaku dan emosi Rafa, namun tidak ada perubahan yg bermakna pada bicaranya. Saya pun stres karena Rafa sudah berusia 2 tahun. Masa emas-nya tinggal 1 tahun lagi. Saya pun mencari tempat terapi lain, dan banyak yg merekomendasikan Klinik Anakku. Namun antrian disana 2-3 bulan (ini baru ketemu dokternya), kemudian antri lagi untuk jadwal terapinya (sekitar 2-3 bulan juga). Setelah diperiksa Prof.Hardiono, diagnosisnya sama, masih gangguan bahasa ekspresif dengan gangguan sensori integrasi. Sambil menunggu jadwal terapi di Klinik Anakku, Rafa tetap meneruskan terapi di Hermina.

6 bulan kemudian, saat Rafa berusia 2,5 tahun, kata pertama yg bisa Rafa ucapkan yaitu “Bunda”, masya Allah. Namun, tidak ada perkembangan lain yg berarti. Saya juga belum mendapat jadwal terapi Rafa di Klinik Anakku. Saya kontrol ke Prof.Hardiono. Disini saya sempat sangat sedih dan merasa gagal sebagai ibu. Beliau tampak frustasi krn Rafa hanya bisa 1 kata yg jelas, dan belum juga diterapi di Klinik Anakku. Dengan bantuan beliau, Rafa akhirnya mendapat jadwal di Klinik Anakku. Betapa leganya saya saat mulai sesi terapi di Klinik Anakku, Rafa tidak menangis, hanya sesekali merengek. Rafa terlihat bersemangat menjalani terapinya.

6 bulan lagi berlalu, Rafa berusia 3 tahun. Alhamdulillah Rafa mulai menunjukkan perkembangan bahasa dan bicara. Biarpun masi belum jelas pelafalannya, tapi Rafa sudah “bawel”. The doctor even gave his thumbs up (literally). Sepanjang sesi kontrol, Prof.Hardiono tampak lega dan bangga pada Rafa. Pada tahap ini, beliau mempersilahkan jika Rafa ingin berhenti terapi karena perkembangannya sudah baik. Bahkan sempat dibilang bahwa untuk anak seperti Rafa, kemampuan bicara seperti itu sudah “bagus”. Di satu sisi, saya bersyukur bahwa perkembangan Rafa baik, tapi di sisi lain, saya merasa Rafa masih bisa berkembang lagi. Saya dan suami memutuskan untuk melanjutkan terapi Rafa.

6 bulan lagi berlalu, Rafa berusia 3,5 tahun. Saya selalu terharu dan sangat bersyukur setiap mengingat masa-masa ini. 2 tahun setelah terapi, perkembangan bicara dan bahasa Rafa sangat pesat. Saya mulai keteteran mengisi buku catatan kosakata Rafa, saking banyaknya pertambahan kosakata Rafa, alhamdulillah. Oia, saat itu Prof.Hardiono hanya menangani pasien baru dan pasien “sulit”, pasien lainnya dipercayakan ke dr.Selly dan bu Anita. Saat kontrol ke dr.Selly (dokter anak) dan bu Anita (psikolog), mereka tampak takjub dengan perkembangan Rafa. Mereka sangat ramah dan keibuan, Rafa tampak nyaman ngobrol dengan mereka. Mereka kemudian memutuskan bahwa Rafa sudah lulus terapi sensori integrasi. Dan Rafa mulai menjalani terapi wicara di rumah (home therapy), dengan orangtua sebagai “terapis”nya.

3 bulan berlalu, namun perkembangan bicara dan bahasa Rafa dari home therapy kurang optimal. Akhirnya Rafa terapi wicara di Klinik Anakku, dengan terapis Tante Yanti. Seperti terapis lain di Klinik Anakku, Tante Yanti sangat ramah, cepat dekat dgn anak, juga energetik. Adaaa saja idenya Tante Yanti mengajak Rafa mengikuti berbagai latihan yg terus berulang. Alhamdulillah, perkembangan bicara Rafa semakin baik lagi. Setiap kontrol ke dr.Selly dan bu Anita pun, mereka memuji perkembangan Rafa.

Hingga akhirnya, saat Rafa berusia 4,5 tahun, Rafa dinyatakan lulus terapi wicara. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Setelah 3 tahun diterapi, Rafa akhirnya lulus. Dan 3 tahun bukanlah waktu yg singkat, apalagi utk Rafa yg masih balita. Hampir seluruh hidupnya (saat itu) diisi dgn terapi (baik di klinik maupun di rumah). Mengutip dari ig-story @loveshugah, anak itu guru kehidupan, kita bisa belajar banyak melalui anak. Pantang menyerah. Rafa yg masih balita sudah memiliki semangat itu. Masya Allah.

“Bekal” Akhirat

Hidup selalu berputar seperti roda, kadang di atas, kadang di bawah. Saat kita merasa kehidupan “di atas” tidak usah terlalu senang, begitupun saat “di bawah” tidak usah terlalu sedih. Saya lupa baca dimana, kira-kira begini bunyinya: Hidup di dunia seperti persinggahan sementara, ibarat seorang musafir yang sedang berteduh sejenak. Jangan sampai terikat, karena kita menetap di dunia hanya sejenak saja.

Kehidupan yang saat ini sedang “di bawah”, membuat saya merenung, berpikir kembali, “Kita ini hidup untuk apa? Apa yang sebenarnya penting? Apa yang ingin saya capai di dunia dan apakah itu penting?”

Perjalanan Hidup Manusia

Lihat ilustrasi di atas? Hidup di dunia berarti kita baru menempuh ¼ kurang perjalanan. Di satu titik inilah yang menentukan “sisa” ¾ perjalanan kita. Apakah kita akan tersiksa atau bahagia selama ¾ perjalanan sampai tempat tujuan (surga/neraka), ditentukan oleh waktu kita di dunia ini.

Saya termasuk orang yang bekerja tanpa kenal waktu (tuntutan pekerjaan). Bahkan saat awal menikah, saya dan suami jarang berinteraksi. Saat saya berangkat, suami pulang dalam kondisi kelelahan, sering juga sebaliknya. Saat hamil, saya sempat berpikiran untuk kelak menitipkan anak ke orang tua saya, agar saya bisa fokus mengejar karir. Namun, semakin saya mengenal Islam lebih dalam, saya merasa tidak bahagia dengan hidup saya. Saya merasa waktu saya hilang begitu saja.

Menjawab pertanyaan saya sendiri, kita hidup untuk menyembah ALLAH dengan beribadah. Hal yang penting yaitu menyiapkan “bekal” untuk  “sisa” ¾ perjalanan. Apa amalan yang pertama kali dihisab? SOLAT. Perbaiki solat. “Celakalah orang-orang yang solat, yaitu orang-orang yang lalai terhadap solatnya” [Al-Maun: 4-5] Naudzubillah min dzalik. Jangan sampai saya termasuk orang-orang yang disebutkan pada surat Al-Maun. Sehingga saya berusaha solat wajib di awal waktu (tidak menunda-nunda), berusaha lebih khusyuk, dan mengerjakan solat sunnah (tahajud, dhuha, qabliyah, dll).

Apa lagi yang penting? Tentunya mengamalkan rukun iman dan rukun Islam. Apalagi? Jika saya meninggal kelak (meninggal itu PASTI), saya tidak bisa beribadah lagi. Tapi ada 3 hal yang masi bisa menjadi “bekal tambahan”, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta doa anak yang soleh. Amal jariyah yang seperti apa? Seperti turut serta membangun mesjid, sedekah al-Quran, dll. Selama mesjid/Al-Quran tsb dipakai orang lain, pahala akan mengalir terus ke kita. Ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. Bagaimana caranya? Salah satunya dengan mengajar atau menulis artikel/buku yang bermanfaat. Dan terakhir, doa anak soleh. Apakah mudah menjadikan anak saya soleh? Tentu tidak. Saya pun harus belajar agama dengan sungguh-sungguh, agar saya bisa mengajarkan ilmu agama ke anak saya.

Itulah cara saya. Setiap orang punya caranya masing-masing dalam mempersiapkan “bekal” akhirat. Mana yang benar? Selama caranya sesuai dengan Al-Quran dan hadis, insya Allah benar.

Rafa Lulus SI (Sensori Integrasi)

1499833652546Ini foto sekitar 6 bulan lalu, saat Rafa dinyatakan sudah lulus SI (terapi sensori integrasi). Rafa menjalani terapi SI sejak usia 1,5 tahun dengan diagnosis gangguan bahasa ekspresif (yg diagnosis Prof. Hardiono Pusponegoro,SpA). Istilah awamnya telat bicara/speech delay. Mungkin ada yg penasaran, kenapa telat bicara terapinya bukan terapi wicara? Apa hubungannya bicara dengan sensori integrasi?

Saya coba jelaskan sedikit ya (dengan ilmu saya yg terbatas). Bicara dan bahasa merupakan hasil proses yg kompleks. Kalau di hierarki sensori integrasi, bicara dan bahasa ada di puncak. Hierarki terendah yaitu penguasaan 7 indera (bisa dibaca di buku “Keajaiban 7 Indera” dari Rumah Dandelion), terdiri dari 5 indera yang sudah kita ketahui ditambah vestibular dan proprioseptif. Rafa didiagnosis memiliki gangguan pada penguasaan vestibularnya. Proses dasarnya saja belum sempurna, apalagi bicara yg ada di puncak hierarki. Oleh karena itu, Rafa menjalani terapi SI.

Oia, tidak setiap kasus telat bicara penyebabnya gangguan sensori integrasi ya, lebih baik diperiksa oleh ahlinya (dokter anak, dokter rehabilitasi medik, dan psikolog). Saya juga pernah menulis artikel singkat tentang perkembangan bicara anak dan gangguannya, bisa dibaca disini dan disini. Saya bukan ahli sih, cuma mau berbagi sedikit ilmu yg saya punya.

Balik lagi ke foto di atas. Kedua wanita cantik di samping Rafa adalah terapisnya Rafa yg super sabar dan gigih, namanya Tante Vina dan Tante Rinda. Mereka juga sering nyemangatin saya buat ngelatih Rafa di rumah juga, biar perkembangan bicaranya lebih cepet. Setelah terapi selama 2 tahun lebih (umur Rafa sekitar 3,5 tahun) alhamdulillah Rafa lulus terapi SI. Lama? Nope. Kata terapisnya itu termasuk cepet. Kalo kata saya sih lama juga yak, kirain cuma sebulan 2 bulan gitu terapinya *ngarep* Alhamdulillah, Rafa yg tadinya ga bisa bicara satu kata pun, saat itu sudah bisa 200an kata (ini beneran saya itungin) dan mulai bisa merangkai kalimat yg terdiri dari 2-3 kata. Alhamdulillah.

Selesai? Belum, terapi dilanjutkan dengan terapi wicara. Otot-otot bicaranya Rafa kurang kuat, jadi harus dilatih supaya bicaranya lebih jelas. Sebenernya latihannya simpel, kayak meniup, menggigit, gerakin lidah atas bawah kanan kiri kayak senam, dll. Atas anjuran terapis, dokter dan psikolognya, terapi wicara ini saya aja yg melatih Rafa di rumah (home therapy). Tapi setelah dievaluasi, home therapy saja kurang efektif. Kalo kata Tante Yanti (terapis wicaranya), Rafa lebih manja sama saya, jadi susah seriusnya saat home therapy. Saat terapi wicara dengan Tante Yanti juga, alhamdulillah perkembangannya Rafa lebih baik lagi. Terapi wicaranya sudah jalan sekitar 6 bulan. Alhamdulillah Rafa saat ini umur 4 tahun, bicaranya sudah jelas dan bawel banget. Guru-guru di sekolahnya Rafa bilang sepi kalo Rafa ga masuk sekolah, karena Rafa paling bawel di kelasnya.

Selesai? Belum. Rafa terapinya di klinik tumbuh kembang (CMC Kayu Putih), jadi dilihat semua aspek. Kemampuan bicara dan bahasa Rafa alhamdulillah sudah sesuai usianya. Jadi naik level nih Rafa, terapinya yg sekarang untuk kesiapan akademisnya. Jadi nambah terapi okupasi, karena motorik halusnya Rafa masih perlu diasah dan fokusnya perlu dilatih supaya bertahan lebih lama.

Sudah hampir 3 tahun terapi apa ga bosen? Alhamdulillah Rafa masi semangat tuh. Emaknya mesti semangat juga donk. Sesekali ada sih pikiran “ya Allah ini kapan kelarnyaaaa” Selama masih ada rejeki waktu dan tenaga, jalanin aja. Sabar aja. Saya juga sering ngobrol sama ibu-ibu lain di tempat terapinya Rafa, semuanya juga masih sabar dan semangat koq. Alhamdulillah.

Rabu, 14 Juni 2017
Diana Andarini

Anak-Anak Kita..

Melihat video seorang anak di Suriah yg sangat tegar walaupun ia baru terkena serangan bom, dan kedua orangtuanya entah selamat/tidak, saya jadi berpikir.. Apa yang akan kita katakan kepada Allah di akhirat nanti? Bukankah semua Muslim bersaudara? Anak tersebut adalah anak saudara kita. Apa yang sudah kita lakukan untuk anak-anak Suriah? Apa yang sudah SAYA lakukan? Saya cupu, saya hanya bisa mendoakan dan berdonasi melalui lembaga amil zakat. Hanya itu yang bisa saya lakukan.

Kemudian pikiran saya menuju ke anak saya. Anak yang Allah titipkan ke saya, amanah. Apakah saya sudah menjaga amanahNya dengan baik? Apa saja yang sudah saya ajarkan ke anak saya tentang Allah? Tentang Nabi Muhammad? Tentang Islam?

Memang hidup di dunia penting. Tidak boleh kita hanya beribadah tanpa bekerja. Tapi jangan sampai kita lupa mempersiapkan akhiratnya. Apakah Allah akan bertanya ranking berapa anak kita di sekolahnya? Apakah anak diterima di sekolah unggulan? Jangan sampai anak kita berprestasi secara akademis, tapi melupakan agamanya.

Saya sebagai orang tua adalah seorang Muslim yang jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya terus belajar. Supaya bisa mengajarkan anak saya menjadi Muslim yang baik, yang bertakwa kepada Allah, yang berguna baik orang banyak. Supaya bisa mempertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat nanti. Amiinn ya rabbal alamiin.