Jujur Pada Diri Sendiri

Apakah kita sudah jujur pada diri sendiri? Ataukah kita lebih sering membohongi diri sendiri, yg justru membuat masalah kita kompleks?

Kita bisa membohongi orang lain, bahkan membohongi diri sendiri, tapi kita tidak bisa membohongi Allah SWT. Lalu kenapa kita masih membohongi diri?

“Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” [QS At-Taghaabun: 4]

Saat kita marah, apakah memang demikian? Apakah kita tidak sedang berbohong kepada diri sendiri untuk menutupi kesedihan, kecemasan dan kegelisahan kita?

Saat kita benci, apakah memang demikian? Apakah kita tidak sedang berbohong kepada diri sendiri untuk menutupi iri dan dengki kita?

Saat kita putus asa dan menyerah, apakah memang demikian? Apakah memang demikian? Apakah kita tidak sedang berbohong kepada diri sendiri untuk menutupi “kemalasan” kita?

Jujurlah pada diri sendiri. Allah SWT Maha Mengetahui semua isi hati kita. Jika kita merasa berat, mengadulah kepadaNya, minta kekuatan kepadaNya, dan teruslah berusaha. Bersihkan hati, perbanyak zikir, perbanyak sedekah. Insya Allah hati kita tenang.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” [QS Ar-Ra’d: 28]

Tentang “Harga” Diri

Sebagai seorang muslim, saya meyakini bahwa derajat seseorang itu tergantung tingkat ketakwaannya terhadap Allah SWT, dan yg bisa menilai itu hanya Allah SWT. Saya hanya bisa terus beribadah sesuai petunjuk Al Quran dan hadits, sambil berharap amalan saya diterima dan derajat saya tidak turun di hadapan Allah SWT.

Alangkah indahnya dunia kalau saya hanya berharap pada ridho Allah SWT semata. Namun sayangnya, saya belum sampai tahap itu. Saya masih sangat memperdulikan dan mementingkan pendapat orang lain. Saya selalu membandingkan diri saya dengan orang lain yg kondisinya di atas saya. It feels like I’m beating myself, and I feel less valuable.

Kemudian saya membaca artikel ini. JLEB! Ya, yg kurang pada diri saya adalah IKHLAS. Saya yg biasa dengan pujian sejak kecil tanpa sadar menjadikan pujian itu kebutuhan. Kayaknya ada yg kurang gitu kalo ga dipuji. Kalo ga dipuji berarti saya ga berharga. Kalo postingan ga di-like berarti saya ga berharga (emak2 jaman now) Dan sejuta kalau lainnya, yg intinya mengharap pujian manusia. Kalo dipuji manusia, wuih harga diri meroket kyknya. Astagfirullah! Bukan cuma ga ikhlas, ternyata saya juga RIYA.

Ga ikhlas + riya = paket kombo resep nelangsa merasa ga berharga. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Musibah ini buat saya. Tugas saya sekarang BELAJAR IKHLAS dan TIDAK RIYA. Bismillah semoga bisa sebelum waktu saya habis di dunia.

Firman Allah SWT pada surat Al Baqarah ayat 264:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.