Setelah Lulus Dokter, Mau Jadi Apa?

Duluuu, 13 tahun lalu (waw saya udah tua), setelah lulus, saya hanya kepikiran mau praktek di klinik dan rumah sakit, mungkin setahun 2 tahun, lalu lanjut sekolah spesialis. Kenapa? Just because. Soalnya rata-rata lulusan dokter begitu “jalannya”. 

Tapiii, jalan saya ternyata tidak “selurus” itu, bahkan melenceng jauh, wkwk. Di postingan ini saya mau membuat list “jalan” para dokter yg saya kenal.

  • Kalau saya, praktek di RS dan klinik beberapa tahun, lalu berhenti, jadi ibu rumah tangga. Perpanjang STR dgn UKDI lagi. Kalau habis lagi gimana? Mungkin UKDI lagi, mungkin sebelum habis saya praktek lagi, mungkin ga saya perpanjang lagi, atau yg lain, lihat gimana nanti. Saat ini kuliah online psikologi islam S1.
  • Ada yg praktek di klinik yg bukan 24 jam (ga ada jaga malam), 4-5x seminggu, tiap praktek 3-4 jam saja. Dia enjoy banget masak, dekor rumah, juga menjahit.
  • Ada yg ambil kursus laktasi, praktek jadi konselor laktasi di rumah sakit, kadang jaga IGD juga. Suka open po berbagai kue yg enak-enak banget.
  • Ada yg ambil kursus laktasi, praktek jadi konselor laktasi di rumah sakit. Setelah sekitar 10 tahun praktek, lalu dia ambil sekolah spesialis.
  • Ada yg kerja di klinik tumbuh kembang, klinik sunat dan klinik bukan 24 jam. Ga ada jaga malam. Prakteknya masing-masing 1x seminggu (jadi total 3 hari saja dalam seminggu). Dia juga lagi kuliah psikologi islam S1 bareng saya. Dia juga aktif di berbagai organisasi parenting.
  • Ada yg bikin klinik pratama, sekaligus praktek disana. Ada juga yg kliniknya berkembang jadi punya beberapa cabang. 
  • Ada yg ambil kursus estetik, bikin klinik kecantikan, sekaligus praktek disana. 
  • Ada yg kerja di sekretariat fakultas kedokteran. Dia punya berbagai bisnis bareng suaminya. 
  • Ada yg jadi ibu rumah tangga, ga perpanjang STR-nya, hobinya memanah dan menjahit, jago masak juga.
  • Ada yg kerja di puskesmas, ambil S2 MARS, jadi PNS, lanjut karir di dinas kesehatan.
  • Ada yg kerja di puskesmas beberapa tahun, lalu sekolah spesialis.
  • Ada yg ambil S2 MARS, saat ini kerja sebagai manajemen rumah sakit, tapi pernah juga jadi manajemen jejaring klinik, PMI, dll. Beberapa kali pindah kerja krn ikut penempatan kerja suaminya. Saat ini dia kerjanya tiap hari 7 jam, fleksibel bisa WFH kalau lagi sakit atau keluarganya sakit, atau urusan mendadak lainnya.
  • Ada yg ambil S2 MARS, beberapa kali pindah ikut suaminya. Dia kerja konsultasi online di salah satu aplikasi kesehatan, jadi pengurus pengajian online rutin.
  • Ada yg ambil S2 medical illustration di luar negeri, lalu bikin start-up di bidang tersebut, dan sekarang banyak kerjasama dengan para dosen. Di angkatan, sepertinya dia paling high-tech dan update soal teknologi kedokteran.
  • Ada yg ambil S2 bisnis, kerjasama dengan dokter spesialis utk bikin klinik vaksin dan tumbuh kembang, yg sekarang masyaAllah cabangnya dimana-mana. 
  • Ada yg ambil S2 biomedik, lalu jadi dosen pre-klinik, juga aktif banget edukasi lewat sosial media.
  • Ada yg ambil S2 dan PhD di luar negeri, kerja disana sebagai researcher. Lalu balik ke Indonesia, UKDI lagi, lulus, lalu sekolah spesialis. 
  • Ada yg sekolah spesialis, lalu kerja di RSUD dan klinik (3 SIP terpakai semua). Ada yg praktek “saja”, ada juga yg sambil bisnis coffee shop, penginapan, bikin aplikasi kedokteran, dll.
  • Ada yg sekolah spesialis, lalu kerja jadi staf rumah sakit pendidikan (swasta), juga praktek disana. Saat ini dia sambil kuliah hukum S1. 
  • Ada yg sekolah spesialis, lalu kerja jadi staf rumah sakit pendidikan (negeri), juga praktek di rumah sakit swasta. Di rumah sakit pendidikan itu jadi dosen sekaligus urus pasien sekaligus berbagai urusan administrasi, yg saya juga kaget ternyata seabrek itu kerjaannya staf. Staf juga harus lanjut sekolah PhD atau S3, lalu lanjut sekolah profesor.

Banyak banget kan jalannya masyaAllah. Oia, ini jalan yg saya list dari dokter perempuan dan laki-laki ya, lulusan negeri maupun swasta. Gajinya gimana? Tergantung. Kalau buat hidup cukup, tapi kalau mau jadi tajir melintir 7 turunan, jangan jadi dokter lah. Kecuali punya bisnis atau dagang. Oia, bahasa Arab-nya pedagang tuh “taajirun” loh, mungkin kata tajir itu kata serapan dari bahasa Arab. Anyway, menurut saya, ga ada jalan yg lebih baik dari yg lainnya. Saya percaya Allah sudah menentukan jalan terbaik bagi setiap orang. 

Saya jadi ingat pas Syaikha Dr.Haifaa Younis ceramah di Jakarta. Beliau itu dokter spesialis obgyn di Amerika, juga seorang syaikha (ulama perempuan). Kurang lebihnya dia bilang, “accept that Allah put you here, and make the most of it with activities that Allah loves”. Kata “here” maksudnya peran yg kita jalani saat ini. Apapun perannya, jalani sebaik-baiknya, dan pastikan aktivitas kita itu yg baik dan diridhoi Allah.

Btw, bisa jadi ulama juga loh, seperti Syaikha Dr.Haifaa Younis. Ulama lainnya yang juga dokter itu adalah dr.Zakir Naik. Kalau yg orang Indonesia, ada dr.Raehanul Bahraen. MasyaAllah.

Saat STR dokter habis masa berlakunya dan tidak praktek

Assalamu’alaykum, 

Kali ini saya mau cerita pengalaman saya perpanjang STR yang sudah habis masa berlakunya. STR dokter harus diperpanjang setiap 5 tahun dengan cara mengumpulkan SKP. Cara mendapatkan SKP yaitu dengan memenuhi minimal 250 SKP dari 5 ranah (3 wajib, 2 pilihan). Ketiga ranah wajib yaitu Pembelajaran (50-125), Profesional (75-150) dan Pengabdian Masyarakat (25-50). Lengkapnya bisa dilihat di akun IDI masing-masing dokter. 

Nah, walaupun di 2 ranah wajib jumlah SKP saya memenuhi, namun karena saya sudah lama tidak praktek (supaya lebih fokus mengurus anak saya yang spesial masyaAllah), tentu nilai SKP dari ranah Profesional 0. Namun, ada keinginan untuk bekerja lagi suatu saat nanti jika kondisi memungkinkan (jika masih diberi umur, dan atas izin Allah). Saat itu tahun 2019, STR saya sudah habis masa berlakunya tahun 2016. Jadi bagaimana kalau jumlah SKP tidak cukup? Jawabannya: Ujian Kompetensi Dokter (lagi!)

Dulu saat saya UKDI tahun 2010, belajarnya rame-rame bareng temen seangkatan, dan alhamdulillah lulus semua. Nah kalo sekarang aku kudu piye? #panikbentar

Setelah tenang, saya diskusi dengan suami, dan memutuskan untuk cari tahu lebih dalam tentang UKDI bagi dokter yang sudah bukan mahasiswa lagi. Alhamdulillah ada syarat dan ketentuannya lengkap di website http://idionline.org/kolegium-dokter-indonesia/uji-kompetensi-kdi/

Saat itu ternyata tidak sampai 1 bulan jadwal UKDI berikutnya, dan waktu pendaftaran tinggal 2 minggu lagi. Biidznillah, Allah memberikan kemudahan bagi saya mengumpulkan berkas yang dibutuhkan. Saya juga berkonsultasi dengan petugas di IDI Cabang Jakarta Timur, dan alhamdulillah dijelaskan dan dibantu pengurusan berkasnya. Berkas alhamdulillah selesai. Saya upload berkas2nya ke website di atas, juga bukti transfer biaya ujian. 

Belajarnya? Saya keluarin lagi semua catetan kuliah, minta tolong suami ajarin, banyakin doa, sedekah, solat tahajud. Belajar sampe begadang2 lagi. Waktu itu saya berpikir, yang penting saya usaha dulu, hasilnya gimana nanti.

Sekitar 1 minggu sebelum ujian, semua peserta dikumpulkan untuk mengumpulkan berkas. Setiap peserta menunggu giliran dipanggil untuk diperiksa berkas2nya. Untuk yang belum lengkap, diberikan waktu 1 minggu sampai hari ujian. Alhamdulillah berkas2 saya sudah lengkap dan sesuai. Saya diberikan kartu ujian untuk minggu depan. 

Di sisi lain, saya cukup terkejut, ternyata banyak juga yang ikut UKDI ini, ada sekitar 90. Ada yang seumuran saya, bahkan yang lebih tua juga banyak. Ada juga yang lebih muda, dan saya ajak ngobrol. Ternyata dulu dia kuliah di FK (Fakultas Kedokteran) luar negeri, jadi harus ikut kuliah penyetaraan di FK yang di Indonesia, lalu ikut UKDI juga. Saya juga ngobrol dengan beberapa mamak dokter lain, dan ceritanya masyaAllah semua. Disitu saya menyadari, ternyata jalan hidup dokter seberagam ini, dan saya ga berjuang sendiri.

Akhirnya tiba hari ujian. Semua peserta dikumpulkan di 1 ruangan. Kemudian panitia menyuruh peserta meninggalkan tasnya, termasuk HP di ruangan itu. Kami dibawa ke ruangan lain yang berisi banyak komputer. Setiap peserta duduk di komputer sesuai nomer ujiannya. Ada meja khusus di bagian depan jika ingin minum/makan snack yang dibawa sendiri. Saya lupa ujiannya berapa soal. Kalau ga salah 200 soal PG, waktunya 3 jam. Uda computerized, tinggal klik jawabannya aja. Kalau sebelum 3 jam uda selesai, boleh meninggalkan ruangan komputer, tapi ga boleh pulang. Peserta harus menunggu di ruangan lain, boleh makan minum, ke WC, ngobrol, kayang (ga lah), tapi tetep belom boleh pegang HP.

Kenapa belum boleh pegang HP? Jadi, dalam 1 hari itu ada 2 sesi ujian, dengan peserta yang berbeda. Waktu itu saya dapet sesi pagi. Semua peserta sesi pagi ga boleh pegang HP sampai peserta sesi siang sudah meninggalkan HP-nya. Hal ini untuk mencegah peserta sesi pagi membocorkan soal ujian ke peserta sesi siang.

Setelah peserta sesi siang masuk ruangan lain (supaya ga ketemu peserta sesi pagi) dan meninggalkan HP-nya, peserta sesi pagi baru boleh mengambil HP dan pulang. Hasil ujian akan diumumkan di website sekitar 1 bulan setelah ujian.

Sambil nunggu hasil ujian saya ngapain? Ya balik lagi ke rutinitas sehari-hari saya ngurus anak, hehe. Tetep banyak doa. Namun kalau diingat lagi, dari proses ngumpulin berkas, belajar lagi, dan saat ujiannya pun, banyaaak sekali kemudahan yang Allah berikan, alhamdulillah masyaAllah. Pas ngurus berkas ke FKUI, alhamdulillah pas sebelum pak Dekan pergi keluar kota. Pas belajar, alhamdulillah suami bisa bantu belajar, orangtua saya bisa bantu jaga anak saya. Pas ujian, alhamdulillah saya diberikan kesehatan, dapet lokasi komputer yang ga di bawah AC (saya ga tahan dingin), pas dapet komputer yang deket meja istirahat, dan soal2nya cukup banyak yang saya bisa jawab.

Alhamdulillah dari 30 dokter yang lulus, saya termasuk salah satunya. Bukan saya yang hebat, tapi Allah yang mudahkan.

Setelah lulus UKDI, saya dapat sertifikat rekomendasi (serkom) dokter umum. Serkom ini bisa diambil di Kolegium Dokter Indonesia, yang kemudian dibawa ke IDI cabang masing-masing (saya di Jakarta Timur) untuk mengurus STR yang baru. Ada syarat sudah menyelesaikan iuran anggota IDI tahunan, syarat lain saya lupa. Kemudian, STR yang baru akan dikirimkan lewat pos. 

Untuk para mamak-mamak dokter yang STR-nya uda habis masa berlakunya dan lama ga praktek, jangan kuatir, insyaAllah masih bisa diaktifkan lagi dengan ikut UKDI lagi dan lulus. Semangaaatt! 

Oia, saya ringkas ya prosesnya:

  1. Cek website http://idionline.org/kolegium-dokter-indonesia/uji-kompetensi-kdi/
  2. Upload berkas yang diminta, beserta bukti transfer biaya ujian
  3. Bawa semua berkas beserta bukti transfer saat briefing peserta (1 minggu sebelum hari ujian) untuk pemeriksaan berkas, kemudian kita dapat kartu ujian
  4. Saat hari ujian, datang tepat waktu dan uda makan sebelumnya 
  5. Hasil ujian akan diumumkan 1 bulan setelahnya di website
  6. Jika lulus, ambil sertifikat rekomendasi (serkom) di Kolegium Dokter Indonesia
  7. Bawa serkom ke IDI cabang untuk mengurus STR, lengkapi persyaratannya
  8. Tunggu STR yang baru dikirim lewat pos

Tadi saya cek, karena pandemi, UKDI tahun ini akan diadakan online lewat zoom dan aplikasi khusus. Jadwal UKDI IDI terdekat ada di bulan Mei. Pendaftaran dibuka sampai 31 April 2022.

Wassalamu’alaykum.. 

dr. Diana Andarini (yang STR-nya masih aktif sampai 2025 alhamdulillah)

Update Juni 2023

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

MasyaAllah, saya ga nyangka postingan ini banyak yg baca. Tiap berapa bulan ada saja sejawat yg dm ke ig saya menanyakan tentang UKDI ini. Terakhir bulan ini, dr.Yana dari Bandung menghubungi saya, dan dia baik hati mau update ttg UKDI saat ini. Jadi website yg diatas sudah tidak aktif, ada website yg baru, yaitu https://kdi-idi.or.id/ atau https://ukdi.kdi-idi.or.id/

Berikut saya screenshot persyaratan dari website KDI (Kolegium Dokter Indonesia) di atas.

Oia, ada surat keterangan yudisium yang ternyata ga semua punya (termasuk saya dulu). Berikut format surat yg saya buat waktu itu.

Yth. (nama dekan, lengkap dengan gelarnya)

Dekan FK (nama universitas)

di tempat

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama: dr…

Tempat tanggal lahir:

Lulusan: (nama universitas, tanggal lulus)

Nomor mahasiswa:

Nomor ijazah:

Menyatakan permohonan pembuatan surat keterangan yudisium yang menyatakan lulus pendidikan profesi dokter dari (nama fakultas, universitas). Surat tersebut nantinya akan digunakan sebagai syarat mengikuti Uji Kompetensi Dokter untuk yang STR-nya tidak berlaku lagi dan tidak memenuhi syarat perpanjangan STR.

Demikian saya sampaikan permohonan ini. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Hornat saya,

dr….

UKDI terdekat yaitu 9 Juli 2023 ini, pelaksanaannya online, jadi sangat memudahkan untuk sejawat di berbagai daerah. Buat para sejawat mamak dokter berdaster, semangaaatt ujiannya, semoga Allah mudahkan, aamiin.

Belajar Seumur Hidup

1516547082191

Dulu saat kuliah seringkali guru-guru saya berpesan, “Kedokteran itu ilmunya terus berkembang, jadi kita harus terus belajar seumur hidup”.

Tanggapan saya saat kuliah: “Wah guru saya bijak sekali. Siap Dok, saya akan belajar terus.”

Tanggapan saya saat lulus dan praktek dokter umum: “What? Gada waktu, uda cape jaga malem terus.” Ketemu suami aja jarang, masa waktunya dipake buat “pacaran” sama jurnal penelitian. Tapi kemudian saya bertemu kasus-kasus yang jarang ditemui, yang mengharuskan saya untuk belajar lagi. Iya, saya pun belajar lagi.

Saat saya memilih menjadi ibu rumah tangga pun tidak lepas dari kewajiban belajar ilmu kedokteran. Saya suka dapet “pe-er” dari orangtua saya. “Di, tolong liatin kandungan obat herbal A donk, mau beli nih dari temen, aman ga?” Okeh siap. Atau “Di, video ini bener ga?” Biasanya judulnya semacam “10 manfaat buah A yang tidak Anda ketahui”. Ini agak pe-er sih, karena saya mesti ngecek tiap point. “Hebat”nya video-video semacam ini adalah, fakta dan mitos dicampur sedemikian rupa sehingga terkesan semuanya fakta. Ini juga berlaku pada pesan broadcast lewat WA. Gemes banget rasanya kalo uda dapet broadcast semacam “Menakjubkan! Buah A Dapat Menyembuhkan Kanker”. Prinsip saya sih selalu hati-hati bacanya, mesti cek n ricek, ga langsung percaya, langsung ngebantah juga ga, cek dulu. Apalagi artikel-artikel yang isinya sejuta klaim (ga sejuta juga sih), waspadalah, waspadalaaah!

Kalo yang request orang tua saya, saya cukup semangat belajar lagi, baca berbagai jurnal penelitian terbaru. Biarpun cukup membuat otak yang uda karatan ini ngebul-ngebul. Abis itu diskusi deh sama mereka. Nah, kalo broadcast ini nih, bingung saya. Pernah beberapa kali ngecek, dan ternyata isinya banyakan ga validnya. Saya sampaikan ke grup WA tersebut, dan saya sukses….dikacangin. Dan beberapa waktu berikutnya broadcast semacam itu tetap berdatangan. Saya cek lagi, saya sampaikan dan sukses lagi. Iya, sukses dikacangin.

Dan batin saya pun berdiskusi.
Diana 1: Gada juga yang minta lu ngecek Di, geer amat lu!
Diana 2: Iya tapi kan gw sebagai orang yang punya ilmunya dan uda ngecek dan tau itu SALAH, wajib donk gw ngasitau biar pada ga terjerumus HOAX.
Diana 1: Terus? Lu dikacangin kan? Ganggu deh lu sok2 ngebenerin.
Diana 2: Tapi kan menyampaikan kebenaran itu wajib. Biarpun kesannya dikacangin, kalo ada yang baca dan pesan gw nyampe alhamdulillah. Biarpun pesan gw cuma sampe ke 1 orang.
Diana 1: Urus aja urusan lu sendiri.
Diana 2: Hayati lelah.
Dan saya pun ga pernah lagi memberitahukan hasil pengecekan saya ke grup-grup tersebut. Kecuali kalo orangnya bertanya langsung itu bener ga. Dengan senang hati saya jelaskan.

Ini baru 1 ilmu loh. Seiring waktu pun, saya belajar hal-hal lain juga. Jadi istri belajar masak, biar suami makin betah di rumah, dan anak seneng makan di rumah. Belajar financial planning, biar keuangan lebih terencana dan ga boros. Jadi orangtua harus belajar manajemen emosi, belajar perkembangan anak, dll. Saya pun ikut pengajian rutin dan belajar bahasa Arab untuk menambah ilmu agama, karena saya ingin anak saya jadi anak yang soleh. Dan semua ilmu itu penting. Jadi belajar seumur hidup berlaku untuk semua ilmu.

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Mujaadila: 11)

KLB Difteri Indonesia 2017

IMG_7362Keterangan gambar peta Indonesia di atas: warna merah menunjukkan daerah yg mengalami KLB Difteri.

http://doctormums.com/difteri-penyakit-lama-yang-muncul-kembali/

http://doctormums.com/mengenal-imunisasi-dpt-dan-penyakit-yang-dapat-dicegahnya/

2 artikel di atas saya buat tahun lalu (2016). Sedih sekali rasanya tahun ini KLB difteri terjadi lagi, bahkan di hampir seluruh Indonesia. Jika semakin banyak anak yg divaksin, maka anak-anak yg tidak divaksin otomatis terlindungi, ini namanya kekebalan komunitas (herd immunity). Jadi, semakin banyak anak yg tidak divaksin, maka kekebalan komunitas ini hilang.

Buat ibu-ibu yg antivaksin/masih galau mau vaksin anaknya/ga, inikah yg ibu-ibu inginkan? KLB/Kejadian Luar Biasa penyakit Difteri se-Indonesia? Tahukah Ibu betapa mengerikannya penyakit difteri? Anak Ibu bisa mengalami kesulitan bernapas yg berujung pada kematian jika tidak segera mendapat pertolongan medis.

Silahkan Ibu membaca 2 artikel di atas untuk menambah pengetahuan yg benar, bukan hoax. Cari juga sumber bacaan di website yg terpercaya, misalnya www.idai.or.id, www.cdc.gov, emedicine.medscape.com, www.depkes.go.id, www.who.int, sehatnegeriku.kemkes.go.id

Jadi segera lengkapi vaksinasi anak Ibu. Jadwal lengkapnya bisa dilihat di http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-2017 .

Jika vaksinasi sudah lengkap, lebih baik diberikan vaksin lagi sebagai booster (penguat). Rekomendasinya bisa dilihat di http://www.idai.or.id/about-idai/idai-statement/pendapat-ikatan-dokter-anak-indonesia-kejadian-luar-biasa-difteri

dr.Diana Andarini
Jakarta, 30 November 2017

Semuanya Salah Dokter (Pentingnya Berbaik Sangka)

1499832798271Suatu hari, teman-teman saya bercerita tentang ketidaknyamanan pelayanan medis yg diterima di beberapa tempat dan menyalahkan dokternya. Saya berusaha husnuzhon/berbaik sangka. Dari sudut pandang seorang dokter, dari cerita-cerita tersebut mungkin (saya bilang mungkin karena saya tidak tahu kondisi persisnya) ketidaknyamanan tsb bisa karena minimnya fasilitas di tempat dokter tsb praktek, atau dokternya bersikap hati-hati (daripada nantinya pasien kenapa-kenapa, diobservasi dulu sambil dirawat inap), atau keterbatasan obat yg tersedia, atau memang itu kebijakan klinik/RS, dan yg terakhir mungkin karena salah dokternya.

Mendengar beberapa curhatan teman-teman saya tsb, jujur saya sedih. Sepertinya mudah sekali menyalahkan dokter. But I don’t blame my friends. Mereka bukan tenaga kesehatan, jadi mungkin sulit membayangkan dari sudut pandang dokter. Selain itu, kalau terjadi malpraktek, biasanya beritanya dibesar-besarkan oleh media. Kadang juga dokter tsb tidak malpraktek, tapi komunikasinya yg kurang baik. Tidak bisa dipungkiri ada OKNUM dokter yg “nakal”. Belum lagi kesehatan jadi jualan politik yang maknyus, tapi yg menanggung ga enaknya kalo politikusnya ingkar janji siapa? Dokter. Sedihnya, profesi dokter di Indonesia sering diadu domba dgn pasien. Secara tidak langsung, kepercayaan pasien terhadap dokter berkurang.

Saya pun merasakan menjadi pasien. Saat saya kontrol hamil, pernah dokternya telat, saya harus antri 2 jam lebih, tapi di ruangan hanya diperiksa 15 menit. Kalau saya buruk sangka, uda saya maki-maki dokternya. Tapi tidak saya lakukan. Kebetulan dokter tsb adalah paman saya. Saya tahu, paman saya itu mengajar di rumah sakit pendidikan. Tugasnya banyak, tanggung jawabnya berat, serta sering terjadi hal-hal di luar prediksi. Jadi terlambat praktek bukannya karena sengaja/abis lepe-lepe di rumah. Antri lama karena paman saya itu detil dan sabar sekali memeriksa setiap pasien, pasien-pasiennya pun sering bertanya macam-macam. Loh terus kenapa saya cuma sebentar diperiksanya? Karena alhamdulillah kehamilan saya normal, gada keluhan, kalo ada apa-apa tinggal whatsapp paman saya. Jadi ngapain lama-lama? Hehe.

Contoh lain lagi. Saya antri periksa ke dokter jantung. Wah antrinya lama juga, sekitar 3 jam. Sebelum ngomel, saya liat sekitar saya. Wah lansia semua, sakitnya kayaknya berat-berat ini, belom lagi lansia suka curhat. Saya masih enak nunggu di luar bisa bolak-balik wc, solat, makan dulu. Dokternya? Cuma ke wc 1x, dan blom makan siang, padahal uda lewat jam makan siang.

Saya jadi ingat waktu saya masih praktek di rumah sakit. Kalau pasiennya lagi sedikit, saat istirahat siang saya bisa makan, solat, dll dengan tenang. Kalau pasiennya lagi rame, solat kilat, nahan pipis nahan laper. Nah, yg perjuangan banget kalau jaga malam. Jaga malam bukan berarti siangnya saya tidur kayak beruang lagi hibernasi (I wish), jadi kalau ada waktu untuk tidur sebentar aja, sejam dua jam uda alhamdulillah banget. Ada yg bilang itu risiko pekerjaan. Kalau dokter/perawat tsb adalah keluarga Anda, apakah Anda akan tetap bilang hal yg sama? Saya yakin tidak.

Ada 4 prinsip yang saya pelajari dulu saat sekolah kedokteran: maleficence, beneficence, justice, dan autonomy. Maleficence artinya jangan menambah keburukan pada pasien (kondisi pasien sudah buruk/sakit). Beneficence artinya berbuat kebaikan. Justice artinya keadilan. Autonomy artinya pasien memiliki hak untuk memutuskan. Guru-guru saya berpesan, setiap mau mengobati pasien, jangan lupakan keempat prinsip tersebut. Nah, dari prinsip-prinsip tsb, dokter diajarkan untuk selalu berbuat yg terbaik untuk pasien-pasiennya.

Ada nasehat lain lagi yg saya ingat, yaitu anggap pasien sebagai keluarga sendiri. Jika pasiennya ibu-ibu atau bapak-bapak, anggap orang tua sendiri. Jika pasiennya masih muda, anggap saudara kandung. Jika pasiennya sudah lansia, anggap kakek-nenek sendiri. Pasien dianggap keluarga sendiri loh, pastinya diberikan pelayanan terbaik.

Ya, dokter diajarkan untuk berbuat yg terbaik bagi pasien. Jadi, berbaik sangka dulu terhadap dokter. Kalo ga sreg, tanya langsung ke dokternya, diskusikan ketidaknyamanan Anda. Percayalah, mayoritas dokter itu baik dan berbuat baik terhadap Anda.

dr.Diana Andarini
7 Februari 2017

Note: foto di atas adalah catatan sewaktu saya masih kuliah kedokteran tentang empati, mahasiswa diminta menuliskan sifat-sifat yg harusnya dimiliki seorang dokter