Percaya

1516786481110

Saya teringat sepotong ceramah ustadz Khalid Basalamah. Kurang lebih seperti ini: “Jika kita hidup di jaman Rasulullah SAW, apakah kita akan percaya bahwa beliau ada utusan Allah, bahwa Tuhan hanya 1 yaitu Allah? Sedangkan beliau tidak bisa baca tulis, beliau bukan siapa-siapa. Apakah kita akan beriman kepada Allah, atau justru kita akan menjadi orang kafir atau munafik yang memerangi Rasulullah SAW?”

Begitupun jika kita hidup di masa Nabi Nuh AS. Beliau membawa perintah kepada kaumnya untuk menyembah Allah. Kemudian beliau membuat sebuah kapal yang sangat besar di dataran tinggi. Dataran tinggi loh bukan di tepi pantai. Apakah kita termasuk orang yang beriman kepada Allah dan selamat dari banjir besar, atau justru menjadi orang kafir atau munafik yang akhirnya ditenggelamkan oleh Allah?

Alangkah “mudahnya” hidup di jaman setelah Rasulullah SAW. Beliau telah meninggalkan 2 pedoman hidup yang benar, yang lurus, yaitu Al-Quran dan hadits. Al-Quran telah banyak teruji kebenarannya. Betapa “mudahnya” kita untuk beriman kepada Allah di jaman ini. Kita hanya perlu berpegang teguh pada Al-Quran dan hadits. Itu saja.

Namun sedihnya, banyak manusia yang merasa lebih pintar dibandingkan Allah SWT. Ayat-ayat Al-Quran dibantah dengan alasan “ini tidak logis, ini melanggar HAM, dll”. Ayat-ayat Al-Quran dijadikan bahan ejekan bahkan dihina. Tidak sedikit Muslim yang malah mendukung penghina dan pencela Al-Quran. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Al-Quran loh! Pedoman hidup seorang Muslim! Isinya kalimat-kalimat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa!

 

 

Iya, hidup di jaman ini, untuk berpegang teguh pada Al-Quran dan hadits merupakan perjuangan. Semoga Allah SWT tetap memberikan hidayah-Nya, agar kita (iya, kita: saya dan semua yang membaca ini) tetap dalam nikmat Islam yang lurus, sampai waktu kita di dunia ini habis.

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisaa: 59)

 

Belajar Seumur Hidup

1516547082191

Dulu saat kuliah seringkali guru-guru saya berpesan, “Kedokteran itu ilmunya terus berkembang, jadi kita harus terus belajar seumur hidup”.

Tanggapan saya saat kuliah: “Wah guru saya bijak sekali. Siap Dok, saya akan belajar terus.”

Tanggapan saya saat lulus dan praktek dokter umum: “What? Gada waktu, uda cape jaga malem terus.” Ketemu suami aja jarang, masa waktunya dipake buat “pacaran” sama jurnal penelitian. Tapi kemudian saya bertemu kasus-kasus yang jarang ditemui, yang mengharuskan saya untuk belajar lagi. Iya, saya pun belajar lagi.

Saat saya memilih menjadi ibu rumah tangga pun tidak lepas dari kewajiban belajar ilmu kedokteran. Saya suka dapet “pe-er” dari orangtua saya. “Di, tolong liatin kandungan obat herbal A donk, mau beli nih dari temen, aman ga?” Okeh siap. Atau “Di, video ini bener ga?” Biasanya judulnya semacam “10 manfaat buah A yang tidak Anda ketahui”. Ini agak pe-er sih, karena saya mesti ngecek tiap point. “Hebat”nya video-video semacam ini adalah, fakta dan mitos dicampur sedemikian rupa sehingga terkesan semuanya fakta. Ini juga berlaku pada pesan broadcast lewat WA. Gemes banget rasanya kalo uda dapet broadcast semacam “Menakjubkan! Buah A Dapat Menyembuhkan Kanker”. Prinsip saya sih selalu hati-hati bacanya, mesti cek n ricek, ga langsung percaya, langsung ngebantah juga ga, cek dulu. Apalagi artikel-artikel yang isinya sejuta klaim (ga sejuta juga sih), waspadalah, waspadalaaah!

Kalo yang request orang tua saya, saya cukup semangat belajar lagi, baca berbagai jurnal penelitian terbaru. Biarpun cukup membuat otak yang uda karatan ini ngebul-ngebul. Abis itu diskusi deh sama mereka. Nah, kalo broadcast ini nih, bingung saya. Pernah beberapa kali ngecek, dan ternyata isinya banyakan ga validnya. Saya sampaikan ke grup WA tersebut, dan saya sukses….dikacangin. Dan beberapa waktu berikutnya broadcast semacam itu tetap berdatangan. Saya cek lagi, saya sampaikan dan sukses lagi. Iya, sukses dikacangin.

Dan batin saya pun berdiskusi.
Diana 1: Gada juga yang minta lu ngecek Di, geer amat lu!
Diana 2: Iya tapi kan gw sebagai orang yang punya ilmunya dan uda ngecek dan tau itu SALAH, wajib donk gw ngasitau biar pada ga terjerumus HOAX.
Diana 1: Terus? Lu dikacangin kan? Ganggu deh lu sok2 ngebenerin.
Diana 2: Tapi kan menyampaikan kebenaran itu wajib. Biarpun kesannya dikacangin, kalo ada yang baca dan pesan gw nyampe alhamdulillah. Biarpun pesan gw cuma sampe ke 1 orang.
Diana 1: Urus aja urusan lu sendiri.
Diana 2: Hayati lelah.
Dan saya pun ga pernah lagi memberitahukan hasil pengecekan saya ke grup-grup tersebut. Kecuali kalo orangnya bertanya langsung itu bener ga. Dengan senang hati saya jelaskan.

Ini baru 1 ilmu loh. Seiring waktu pun, saya belajar hal-hal lain juga. Jadi istri belajar masak, biar suami makin betah di rumah, dan anak seneng makan di rumah. Belajar financial planning, biar keuangan lebih terencana dan ga boros. Jadi orangtua harus belajar manajemen emosi, belajar perkembangan anak, dll. Saya pun ikut pengajian rutin dan belajar bahasa Arab untuk menambah ilmu agama, karena saya ingin anak saya jadi anak yang soleh. Dan semua ilmu itu penting. Jadi belajar seumur hidup berlaku untuk semua ilmu.

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Mujaadila: 11)