Setelah Lulus Dokter, Mau Jadi Apa?

Duluuu, 13 tahun lalu (waw saya udah tua), setelah lulus, saya hanya kepikiran mau praktek di klinik dan rumah sakit, mungkin setahun 2 tahun, lalu lanjut sekolah spesialis. Kenapa? Just because. Soalnya rata-rata lulusan dokter begitu “jalannya”. 

Tapiii, jalan saya ternyata tidak “selurus” itu, bahkan melenceng jauh, wkwk. Di postingan ini saya mau membuat list “jalan” para dokter yg saya kenal.

  • Kalau saya, praktek di RS dan klinik beberapa tahun, lalu berhenti, jadi ibu rumah tangga. Perpanjang STR dgn UKDI lagi. Kalau habis lagi gimana? Mungkin UKDI lagi, mungkin sebelum habis saya praktek lagi, mungkin ga saya perpanjang lagi, atau yg lain, lihat gimana nanti. Saat ini kuliah online psikologi islam S1.
  • Ada yg praktek di klinik yg bukan 24 jam (ga ada jaga malam), 4-5x seminggu, tiap praktek 3-4 jam saja. Dia enjoy banget masak, dekor rumah, juga menjahit.
  • Ada yg ambil kursus laktasi, praktek jadi konselor laktasi di rumah sakit, kadang jaga IGD juga. Suka open po berbagai kue yg enak-enak banget.
  • Ada yg ambil kursus laktasi, praktek jadi konselor laktasi di rumah sakit. Setelah sekitar 10 tahun praktek, lalu dia ambil sekolah spesialis.
  • Ada yg kerja di klinik tumbuh kembang, klinik sunat dan klinik bukan 24 jam. Ga ada jaga malam. Prakteknya masing-masing 1x seminggu (jadi total 3 hari saja dalam seminggu). Dia juga lagi kuliah psikologi islam S1 bareng saya. Dia juga aktif di berbagai organisasi parenting.
  • Ada yg bikin klinik pratama, sekaligus praktek disana. Ada juga yg kliniknya berkembang jadi punya beberapa cabang. 
  • Ada yg ambil kursus estetik, bikin klinik kecantikan, sekaligus praktek disana. 
  • Ada yg kerja di sekretariat fakultas kedokteran. Dia punya berbagai bisnis bareng suaminya. 
  • Ada yg jadi ibu rumah tangga, ga perpanjang STR-nya, hobinya memanah dan menjahit, jago masak juga.
  • Ada yg kerja di puskesmas, ambil S2 MARS, jadi PNS, lanjut karir di dinas kesehatan.
  • Ada yg kerja di puskesmas beberapa tahun, lalu sekolah spesialis.
  • Ada yg ambil S2 MARS, saat ini kerja sebagai manajemen rumah sakit, tapi pernah juga jadi manajemen jejaring klinik, PMI, dll. Beberapa kali pindah kerja krn ikut penempatan kerja suaminya. Saat ini dia kerjanya tiap hari 7 jam, fleksibel bisa WFH kalau lagi sakit atau keluarganya sakit, atau urusan mendadak lainnya.
  • Ada yg ambil S2 MARS, beberapa kali pindah ikut suaminya. Dia kerja konsultasi online di salah satu aplikasi kesehatan, jadi pengurus pengajian online rutin.
  • Ada yg ambil S2 medical illustration di luar negeri, lalu bikin start-up di bidang tersebut, dan sekarang banyak kerjasama dengan para dosen. Di angkatan, sepertinya dia paling high-tech dan update soal teknologi kedokteran.
  • Ada yg ambil S2 bisnis, kerjasama dengan dokter spesialis utk bikin klinik vaksin dan tumbuh kembang, yg sekarang masyaAllah cabangnya dimana-mana. 
  • Ada yg ambil S2 biomedik, lalu jadi dosen pre-klinik, juga aktif banget edukasi lewat sosial media.
  • Ada yg ambil S2 dan PhD di luar negeri, kerja disana sebagai researcher. Lalu balik ke Indonesia, UKDI lagi, lulus, lalu sekolah spesialis. 
  • Ada yg sekolah spesialis, lalu kerja di RSUD dan klinik (3 SIP terpakai semua). Ada yg praktek “saja”, ada juga yg sambil bisnis coffee shop, penginapan, bikin aplikasi kedokteran, dll.
  • Ada yg sekolah spesialis, lalu kerja jadi staf rumah sakit pendidikan (swasta), juga praktek disana. Saat ini dia sambil kuliah hukum S1. 
  • Ada yg sekolah spesialis, lalu kerja jadi staf rumah sakit pendidikan (negeri), juga praktek di rumah sakit swasta. Di rumah sakit pendidikan itu jadi dosen sekaligus urus pasien sekaligus berbagai urusan administrasi, yg saya juga kaget ternyata seabrek itu kerjaannya staf. Staf juga harus lanjut sekolah PhD atau S3, lalu lanjut sekolah profesor.

Banyak banget kan jalannya masyaAllah. Oia, ini jalan yg saya list dari dokter perempuan dan laki-laki ya, lulusan negeri maupun swasta. Gajinya gimana? Tergantung. Kalau buat hidup cukup, tapi kalau mau jadi tajir melintir 7 turunan, jangan jadi dokter lah. Kecuali punya bisnis atau dagang. Oia, bahasa Arab-nya pedagang tuh “taajirun” loh, mungkin kata tajir itu kata serapan dari bahasa Arab. Anyway, menurut saya, ga ada jalan yg lebih baik dari yg lainnya. Saya percaya Allah sudah menentukan jalan terbaik bagi setiap orang. 

Saya jadi ingat pas Syaikha Dr.Haifaa Younis ceramah di Jakarta. Beliau itu dokter spesialis obgyn di Amerika, juga seorang syaikha (ulama perempuan). Kurang lebihnya dia bilang, “accept that Allah put you here, and make the most of it with activities that Allah loves”. Kata “here” maksudnya peran yg kita jalani saat ini. Apapun perannya, jalani sebaik-baiknya, dan pastikan aktivitas kita itu yg baik dan diridhoi Allah.

Btw, bisa jadi ulama juga loh, seperti Syaikha Dr.Haifaa Younis. Ulama lainnya yang juga dokter itu adalah dr.Zakir Naik. Kalau yg orang Indonesia, ada dr.Raehanul Bahraen. MasyaAllah.

Sampahku, Tanggung jawabku

Dulu saya berpendapat bahwa sampah itu bukan urusan saya. Sampah itu urusan tukang sampah. Saya lupa sejak kapan jadi lebih aware tentang isu sampah. Ternyata sebagian besar sampah di TPA hanya ditumpuk. Kalau mau baca lebih lanjut tentang TPA bisa lihat di website: https://waste4change.com/blog/kondisi-tpa-penuh-indonesia/ Saya pun baru tahu kalau TPA itu bukan Tempat Pembuangan Akhir, tapi Tempat Pemrosesan Akhir. Berarti harusnya ada proses mengelola sampah di tahap-tahap sebelumnya, bahkan saat sampah masih di rumah saya.

Pada tahun 2019-2020, saya ikut Gemari Pratama yang diadakan komunitas @gemarrapi. Tujuan awal saya ikut kelas tersebut supaya saya lebih mudah merapikan rumah dengan effortless. MasyaAllah, ternyata ilmu yg diberikan di kelas tsb melimpah. Tidak hanya ttg mengatur rumah, tapi juga sustainable living. Disitu ditekankan pentingnya mengelola sampah kita sendiri semampu kita. Bagaimana caranya? 

Untuk sampah organik, bisa dijadikan kompos, caranya dengan dimasukkan ke komposter atau biopori. Alhamdulillah di kelas Gemari Pratama ada workshop mengompos gratis. Di grup diskusi pun suka ada yg sharing ttg biopori, masyaAllah. Ada juga ttg ecoenzyme, saya coba bikin tapi zonk, wkwk. Lebih mudah bikin kompos sih menurut saya. 

Untuk sampah anorganik: reduce, reuse, kemudian recycle. Jadi sebaiknya dikurangi dulu (reduce) pembelian dan pemakaiannya. Tahap berikutnya sampah yg sudah dibersihkan (cuci dan keringkan), bisa digunakan lagi (reuse) namun beda fungsi. Misalnya botol plastik dan kotak susu bisa utk bahan prakarya anak, atau botol plastik besar utk media bercocok tanam. Kalau saya masih lebih sering yg tahap recycle

Dulu saya mikir, ya Allah cape amat ya ngurusin sampah gini. Tapi setelah tau gimana nasib sampah di TPA, koq nyes ya rasanya. Belom lagi di TPA beberapa kali kejadian longsor dan banyak korbannya. Beritanya bisa cek disini: https://sustaination.id/hari-peduli-sampah-nasional/ 

Mulai saat itu, saya lebih semangat utk reduce, reuse dan recycle, juga menjalani sustainable living

  • Saya coba mengurangi sampah pembalut dengan mengganti ke pembalut kain. Dulu saya mikir koq kayaknya jijik dan ribet. Ternyata enggak tuh. Saya coba merk gg dan cluebebe, cukup menyerap dan mudah dicuci (pakai sabun lerak batang). Alhamdulillah sudah sekitar 2 tahun saya pakai pembalut kain, dan sesekali pembalut sekali pakai (kalau lagi pergi ato lagi dismenorea/nyeri haid). 
  • Sampah anorganik saya bersihkan, lalu saya kirim ke lembaga recycle seperti @waste4change, @rebricks.id, atau @armadakemasan. Oia, minyak jelantah juga jangan sembarang buangnya. Saring dan simpan di jerigen, lalu disalurkan ke lembaga recycle di atas.
  • Kurangin belanja yg sebenarnya ga saya butuhkan. Dulu saya tipe yg banyak nyetok, karena saya melihat orgtua saya seperti itu. Tapi ternyata generasi orgtua itu seperti itu krn dulu jaman perang, jadi penting utk menyetok banyak barang-barang kebutuhan pokok. Jaman sekarang apakah masih relevan? Alhamdulillah Indonesia aman, dan ngesot dikit biasanya ada warung ato minimarket, mudah sekali, jadi tidak perlu nyetok banyak, secukupnya saja utk 1-2 bulan. 
  • Children see, children do. Anak mudah sekali meniru orangtuanya. Melihat saya dan suami alhamdulillah cukup konsisten, anak pun jadi meniru. Anak saya uda bisa memilah sampah, juga suka membantu saat saya membuat kompos. Bahkan dia suka tiba-tiba ambil kotak/kaleng susu, kemudian dia berkreasi. 
  • Quality over quantity. Saya lebih memilih membeli barang yg kualitasnya bagus dan tahan lama, dibandingkan bolak balik beli jenis barang yg sama krn bolak balik rusak. Kalo gampang rusak kan nantinya jadi sampah. Misalnya alat masak stainless steel, lebih mahal tapi awet banget masyaAllah. 
  • Perbaiki dulu barang yg rusak. Selama ga ganggu fungsi, pakai terus barangnya. Jadi ga gampang lembiru (lempar, beli baru). Kalau saya misalnya kipas angin, kakinya bbrp kali patah, ya saya lem lagi selama kipasnya masih bagus, bahkan anak saya jg pernah lem kaki kipas angin tsb, dan skrg kipasnya uda 12 tahun loh, masyaAllah.
  • Menggunakan cairan pembersih yg lebih ramah lingkungan. Saya baru coba deterjen pureco, wanginya soft dan hasil cucinya bersih juga. 
  • Mengompos sampah organik. Btw 50% sampah di TPA itu sampah organik loh, jadi kalo kita bisa mengompos sendiri, akan mengurangi tumpukan sampah di TPA. Iya sih awalnya jijik, sempet horor juga pas nemu banyak belatung, eh tapi itu ternyata larva BSF (black soldier fly), bukan hama. Larva BSF ini bermanfaat banget mempercepat proses penguraian sampah organik, komposnya cepet jadi. Baca ttg BSF disini: https://distanpangan.baliprov.go.id/lalat-tentara-hitam-black-soldier-fly-serangga-yang-beragam-manfaat/ Saya pakai komposter dari @sustaination. Diaduk seminggu 1x, alhamdulillah bisa panen dalam 1-2 bulan. Kalau lebih sering diaduk bisa lebih cepet panen sih. Seneng banget liat sampah organik bentuknya jadi kayak tanah lagi, dan bisa dipakai utk bercocok tanam.
  • Rutin decluttering kemudian donasi barang-barang yg masih layak pakai, supaya bisa digunakan dan dimanfaatkan orang lain. Favorit saya beberapa tahun ini pakai jasa @donasibarang. Mereka bisa jemput barang di rumah kita dengan minimal jumlah barang donasi seukuran 5 dus aqua gelas. Gratis. Boleh memberikan uang tapi di dalam amplop, ditujukan ke koordinatornya, Kang Ade. Biasanya kang Ade akan memberitahu kita uangnya utk apa saja, jujur dan transparan. 

Mungkin ada yg berpendapat “ribet amat sih”. Iya sih, awalnya buat saya pun ga mudah, cape juga, tapi doa terus mohon kemudahan ke Allah, alhamdulillah jadi lebih enteng. Balik lagi ke diri sendiri. Yakin sampah ini urusan tukang sampah aja? Bisa tanggung jawab ga kalo di akhirat nanti ditanya Allah? 

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 30) *Via Al-Qur’an Indonesia https://quran-id.com 

Saat STR dokter habis masa berlakunya dan tidak praktek

Assalamu’alaykum, 

Kali ini saya mau cerita pengalaman saya perpanjang STR yang sudah habis masa berlakunya. STR dokter harus diperpanjang setiap 5 tahun dengan cara mengumpulkan SKP. Cara mendapatkan SKP yaitu dengan memenuhi minimal 250 SKP dari 5 ranah (3 wajib, 2 pilihan). Ketiga ranah wajib yaitu Pembelajaran (50-125), Profesional (75-150) dan Pengabdian Masyarakat (25-50). Lengkapnya bisa dilihat di akun IDI masing-masing dokter. 

Nah, walaupun di 2 ranah wajib jumlah SKP saya memenuhi, namun karena saya sudah lama tidak praktek (supaya lebih fokus mengurus anak saya yang spesial masyaAllah), tentu nilai SKP dari ranah Profesional 0. Namun, ada keinginan untuk bekerja lagi suatu saat nanti jika kondisi memungkinkan (jika masih diberi umur, dan atas izin Allah). Saat itu tahun 2019, STR saya sudah habis masa berlakunya tahun 2016. Jadi bagaimana kalau jumlah SKP tidak cukup? Jawabannya: Ujian Kompetensi Dokter (lagi!)

Dulu saat saya UKDI tahun 2010, belajarnya rame-rame bareng temen seangkatan, dan alhamdulillah lulus semua. Nah kalo sekarang aku kudu piye? #panikbentar

Setelah tenang, saya diskusi dengan suami, dan memutuskan untuk cari tahu lebih dalam tentang UKDI bagi dokter yang sudah bukan mahasiswa lagi. Alhamdulillah ada syarat dan ketentuannya lengkap di website http://idionline.org/kolegium-dokter-indonesia/uji-kompetensi-kdi/

Saat itu ternyata tidak sampai 1 bulan jadwal UKDI berikutnya, dan waktu pendaftaran tinggal 2 minggu lagi. Biidznillah, Allah memberikan kemudahan bagi saya mengumpulkan berkas yang dibutuhkan. Saya juga berkonsultasi dengan petugas di IDI Cabang Jakarta Timur, dan alhamdulillah dijelaskan dan dibantu pengurusan berkasnya. Berkas alhamdulillah selesai. Saya upload berkas2nya ke website di atas, juga bukti transfer biaya ujian. 

Belajarnya? Saya keluarin lagi semua catetan kuliah, minta tolong suami ajarin, banyakin doa, sedekah, solat tahajud. Belajar sampe begadang2 lagi. Waktu itu saya berpikir, yang penting saya usaha dulu, hasilnya gimana nanti.

Sekitar 1 minggu sebelum ujian, semua peserta dikumpulkan untuk mengumpulkan berkas. Setiap peserta menunggu giliran dipanggil untuk diperiksa berkas2nya. Untuk yang belum lengkap, diberikan waktu 1 minggu sampai hari ujian. Alhamdulillah berkas2 saya sudah lengkap dan sesuai. Saya diberikan kartu ujian untuk minggu depan. 

Di sisi lain, saya cukup terkejut, ternyata banyak juga yang ikut UKDI ini, ada sekitar 90. Ada yang seumuran saya, bahkan yang lebih tua juga banyak. Ada juga yang lebih muda, dan saya ajak ngobrol. Ternyata dulu dia kuliah di FK (Fakultas Kedokteran) luar negeri, jadi harus ikut kuliah penyetaraan di FK yang di Indonesia, lalu ikut UKDI juga. Saya juga ngobrol dengan beberapa mamak dokter lain, dan ceritanya masyaAllah semua. Disitu saya menyadari, ternyata jalan hidup dokter seberagam ini, dan saya ga berjuang sendiri.

Akhirnya tiba hari ujian. Semua peserta dikumpulkan di 1 ruangan. Kemudian panitia menyuruh peserta meninggalkan tasnya, termasuk HP di ruangan itu. Kami dibawa ke ruangan lain yang berisi banyak komputer. Setiap peserta duduk di komputer sesuai nomer ujiannya. Ada meja khusus di bagian depan jika ingin minum/makan snack yang dibawa sendiri. Saya lupa ujiannya berapa soal. Kalau ga salah 200 soal PG, waktunya 3 jam. Uda computerized, tinggal klik jawabannya aja. Kalau sebelum 3 jam uda selesai, boleh meninggalkan ruangan komputer, tapi ga boleh pulang. Peserta harus menunggu di ruangan lain, boleh makan minum, ke WC, ngobrol, kayang (ga lah), tapi tetep belom boleh pegang HP.

Kenapa belum boleh pegang HP? Jadi, dalam 1 hari itu ada 2 sesi ujian, dengan peserta yang berbeda. Waktu itu saya dapet sesi pagi. Semua peserta sesi pagi ga boleh pegang HP sampai peserta sesi siang sudah meninggalkan HP-nya. Hal ini untuk mencegah peserta sesi pagi membocorkan soal ujian ke peserta sesi siang.

Setelah peserta sesi siang masuk ruangan lain (supaya ga ketemu peserta sesi pagi) dan meninggalkan HP-nya, peserta sesi pagi baru boleh mengambil HP dan pulang. Hasil ujian akan diumumkan di website sekitar 1 bulan setelah ujian.

Sambil nunggu hasil ujian saya ngapain? Ya balik lagi ke rutinitas sehari-hari saya ngurus anak, hehe. Tetep banyak doa. Namun kalau diingat lagi, dari proses ngumpulin berkas, belajar lagi, dan saat ujiannya pun, banyaaak sekali kemudahan yang Allah berikan, alhamdulillah masyaAllah. Pas ngurus berkas ke FKUI, alhamdulillah pas sebelum pak Dekan pergi keluar kota. Pas belajar, alhamdulillah suami bisa bantu belajar, orangtua saya bisa bantu jaga anak saya. Pas ujian, alhamdulillah saya diberikan kesehatan, dapet lokasi komputer yang ga di bawah AC (saya ga tahan dingin), pas dapet komputer yang deket meja istirahat, dan soal2nya cukup banyak yang saya bisa jawab.

Alhamdulillah dari 30 dokter yang lulus, saya termasuk salah satunya. Bukan saya yang hebat, tapi Allah yang mudahkan.

Setelah lulus UKDI, saya dapat sertifikat rekomendasi (serkom) dokter umum. Serkom ini bisa diambil di Kolegium Dokter Indonesia, yang kemudian dibawa ke IDI cabang masing-masing (saya di Jakarta Timur) untuk mengurus STR yang baru. Ada syarat sudah menyelesaikan iuran anggota IDI tahunan, syarat lain saya lupa. Kemudian, STR yang baru akan dikirimkan lewat pos. 

Untuk para mamak-mamak dokter yang STR-nya uda habis masa berlakunya dan lama ga praktek, jangan kuatir, insyaAllah masih bisa diaktifkan lagi dengan ikut UKDI lagi dan lulus. Semangaaatt! 

Oia, saya ringkas ya prosesnya:

  1. Cek website http://idionline.org/kolegium-dokter-indonesia/uji-kompetensi-kdi/
  2. Upload berkas yang diminta, beserta bukti transfer biaya ujian
  3. Bawa semua berkas beserta bukti transfer saat briefing peserta (1 minggu sebelum hari ujian) untuk pemeriksaan berkas, kemudian kita dapat kartu ujian
  4. Saat hari ujian, datang tepat waktu dan uda makan sebelumnya 
  5. Hasil ujian akan diumumkan 1 bulan setelahnya di website
  6. Jika lulus, ambil sertifikat rekomendasi (serkom) di Kolegium Dokter Indonesia
  7. Bawa serkom ke IDI cabang untuk mengurus STR, lengkapi persyaratannya
  8. Tunggu STR yang baru dikirim lewat pos

Tadi saya cek, karena pandemi, UKDI tahun ini akan diadakan online lewat zoom dan aplikasi khusus. Jadwal UKDI IDI terdekat ada di bulan Mei. Pendaftaran dibuka sampai 31 April 2022.

Wassalamu’alaykum.. 

dr. Diana Andarini (yang STR-nya masih aktif sampai 2025 alhamdulillah)

Update Juni 2023

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

MasyaAllah, saya ga nyangka postingan ini banyak yg baca. Tiap berapa bulan ada saja sejawat yg dm ke ig saya menanyakan tentang UKDI ini. Terakhir bulan ini, dr.Yana dari Bandung menghubungi saya, dan dia baik hati mau update ttg UKDI saat ini. Jadi website yg diatas sudah tidak aktif, ada website yg baru, yaitu https://kdi-idi.or.id/ atau https://ukdi.kdi-idi.or.id/

Berikut saya screenshot persyaratan dari website KDI (Kolegium Dokter Indonesia) di atas.

Oia, ada surat keterangan yudisium yang ternyata ga semua punya (termasuk saya dulu). Berikut format surat yg saya buat waktu itu.

Yth. (nama dekan, lengkap dengan gelarnya)

Dekan FK (nama universitas)

di tempat

Saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama: dr…

Tempat tanggal lahir:

Lulusan: (nama universitas, tanggal lulus)

Nomor mahasiswa:

Nomor ijazah:

Menyatakan permohonan pembuatan surat keterangan yudisium yang menyatakan lulus pendidikan profesi dokter dari (nama fakultas, universitas). Surat tersebut nantinya akan digunakan sebagai syarat mengikuti Uji Kompetensi Dokter untuk yang STR-nya tidak berlaku lagi dan tidak memenuhi syarat perpanjangan STR.

Demikian saya sampaikan permohonan ini. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Hornat saya,

dr….

UKDI terdekat yaitu 9 Juli 2023 ini, pelaksanaannya online, jadi sangat memudahkan untuk sejawat di berbagai daerah. Buat para sejawat mamak dokter berdaster, semangaaatt ujiannya, semoga Allah mudahkan, aamiin.

Jalan Hijrahku

Assalamu’alaykum,

Alhamdulillah saya muslim sejak kecil karena orangtua saya muslim. Itu adalah salah satu nikmat yg sering saya lupakan, karena tidak semua anak bisa menjadi muslim, seperti disebutkan di hadis berikut.

Tiada seorangpun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fithrah (Islam)nya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. [HR. al-Bukhâri dan Muslim]

Tapiiiii, muslim sejak kecil tidak membuat saya mengenal Allah dengan baik, maupun mengenal agama Islam sepenuhnya. Orangtua saya berusaha mendekatkan saya dengan ajaran Islam, beberapa caranya dengan menyekolahkan saya ke sekolah Islam (TK dan SD), memanggil guru ngaji, mengajarkan solat dan puasa.

Alhamdulillah saya sudah berjilbab sejak SMA, walaupun karena nadzar. Perilaku saya sebelum dan sesudah berjilbab kurang lebih sama, tetep baik (sebatas pengetahuan saya saat itu). Namun, saya belum merasakan nikmat mengenal Islam dan dekat dengan Allah. Saat kuliah, saya sempat ikut liqo, namun seingat saya hanya bertahan beberapa bulan.

Perjalanan hijrah saya mungkin dimulai tahun 2017, saat anak saya, Rafa, berusia 3 tahun, dan mulai bersekolah di playgroup Islam. Saat itu entah bagaimana, saya ditunjuk menjadi koordinator pengajian rutin komite. Pengajian? Seumur-umur ga pernah woy, sekalinya ya pas mau nikah. Waktu itu saya keabisan jurus ngeles, jadinya saya terima aja. Awalnya, saya merasa ingin cepat-cepat ganti koordinator, karena jadi koordinator susah dan riweh. Setelah 1 tahun, disaat pergantian koordinator, ternyata ga ada yg mau, saya pun terpaksa jadi koordinator lagi. Fast forward, saat ini 2021, dan alhamdulillah sudah masuk tahun ke 4 saya jadi koordinator pengajian. Apakah mudah? Tidak. Pengajian ini dari sekitar 20an peserta, saat ini yg aktif mungkin hanya 4-5. Kenapa saya pertahankan? Saya ingat, sebenernya jumlah Nabi itu ada ratusan, tapi yg kita kenal hanya 20an. Nabi pun ada yg sampai akhir hayatnya tidak memiliki pengikut. Lalu apakah Nabi tsb gagal? Tidak, Allah menilai dari usaha, bukan hasil. Suami saya pun mengingatkan, mengajak orang pada kebaikan dapat pahala. Ustadzah Hinda pun mengingatkan, di setiap majelis ilmu akan datang malaikat yg mendoakan sampai selesai. Saya terlihat rugi dengan jumlah peserta pengajian yg sedikit, tapi luruskan niat untuk mendapat pahala yg banyak, menuntut ilmu agama, meraih ridha Allah, insyaAllah saya untung besar.

Langkah hijrah saya berikutnya sekitar tahun 2018, saat saya tetiba diajak mba Intan (ipar sepupu suami saya; kerabat jauh pokoknya, yg cuma ketemu pas idul fitri) untuk ikut kelas bahasa arab bareng. Saat itu saya berpikir, apaan lagi nih, tahun lalu ‘kejebak’ jadi koordinator pengajian, tahun ini diajak kelas bahasa arab? Karena saya ga sibuk, jadi saya iyain aja ajakan mba Intan. Disitu saya diajar oleh Ustadzah Wahyuni, yg belajar bahasa arab di LIPIA selama 7 tahun, masyaAllah. Apakah mudah? Nope, perjuangan banget tiap minggu pagi jam 8-10 les arab. Pesertanya pun dari sekitar 20an, saat ini 2021 tinggal 5: saya, Nory, mba Silfi, mba Anik, dan bu Chichi.

Masih di tahun 2018, saya lupa dikasih tau siapa tentang grup wa HSI Abdullah Roy. Jadi belajar tentang Islam dari dasar banget, tauhid, rukun iman, dll. Materinya berupa audio 5-10 menit setiap hari kerja. Ada evaluasi harian, pekanan, dan akhir. Alhamdulillah sampai saat ini saya masih bisa mengikuti grup tersebut. Materi saat ini tentang Sirah Nabawiyah bagian 2. Buanyak buanget nama, tempat, ayat dan hadis yang dipelajari. Semoga masih bisa lanjut ke materi selanjutnya.

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).

Tahun 2019, saya ikut Story Night Ustadz Nouman Ali Khan. Beliau bercerita tentang surat-surat di al qur’an, dengan gaya dan alur yang menurut saya sangat menarik. Saat itu saya mulai menyadari betapa menakjubkannya al qur’an, hanya saja saya yg belum memahaminya dengan baik. Apakah mudah? Acaranya 4 jam, tapi saya sudah antri sejak 2 jam sebelum acara supaya dapet tempat duduk depan banget. Perjuangan yes. Saat itu sebenarnya ada program Dream, yaitu belajar bahasa arab selama 10 hari. Tapi saat itu saya ga kebagian seat. Ustadz Nouman saat itu berkata insyaAllah akan datang lagi ke Jakarta utk mengajar program Dream.

Qadarullah, tahun 2020 pandemi covid, Ustadz Nouman ga jadi dateng ke Jakarta. Tapi sungguh rencana Allah memang yg terbaik. Program Dream dari Bayyinah Institute justru bisa diikuti secara online, bahkan video-videonya diupload di media sosial seperti youtube dan facebook, gratis! Ga perlu antri berjam-jam, macet-macetan ke venue, bisa belajar bahasa arab al qur’an kapan pun saya lowong. MasyaAllah tabarakallah.

Saat ini 2021, alhamdulillah saya diberikan kemudahan oleh Allah, jadi masih ngaji dan les arab mingguan, masih HSI, dan ikut program Dream. Cape? Tentu. Bukankah lebih baik cape mengerjakan sesuatu yang baik? Intinya saya ingin cerita, bahwa perjalanan hijrah saya sampai sekarang masih berlangsung, tetap banyak perjuangannya, sering juga rasanya mau berhenti aja. Alhamdulillah Allah pertemukan saya dgn teman-teman yg sama-sama berjuang, dan saya merasakan hidup saya lebih tenang dgn jalan hijrah yg saya ambil ini. Saya harap sampai saya meninggal tetap berada di jalanNya yg lurus, yg diridhai olehNya. Aamin ya rabbal ‘aalamiin.

Referensi

https://almanhaj.or.id/3466-orang-tua-bertanggung-jawab.html

https://rumaysho.com/2544-faedah-tauhid-5-allah-selalu-mengingat-hamba-yang-mengingat-nya.html

Oia, untuk yang mau ikutan program Dream dari Bayyinah Institute yang diajar oleh Ustadz Nouman Ali Khan, berikut link-nya ya. Gratis!

Pantang Menyerah

1543354435182

Pantang menyerah. Lagi-lagi kata yang mudah diucapkan, tapi butuh perjuangan untuk mencapainya. Pantang menyerah dalam hal apa? Kebaikan, terutama yg bernilai pahala. Kalo orang merokok pantang menyerah dalam merokok, padahal jelas-jelas merugikan diri & orang sekitarnya, masa’ yg berjuang dalam kebaikan kalah semangat 🙂

Ada satu hal yg sangat saya syukuri, yaitu saat saya pantang menyerah memberikan terapi untuk Rafa, anak saya. Seperti yg sudah saya ceritakan sebelumnya, Rafa dulu mengalami gangguan sensori integrasi, yg menyebabkan perkembangan bicara dan bahasanya terlambat. Rafa diperiksa oleh dokter spesialis anak subspesialis tumbuh kembang dan dokter spesialis rehabilitasi medik di Hermina saat berusia 15-16 bulan. Saat itu Rafa didiagnosis mengalami gangguan sensori integrasi dan gangguan bahasa ekspresif. Saat itu pula “perjalanan” terapi Rafa dimulai.

Kalau dibilang saat yang paling berat adalah saat memulai sesuatu, saya setuju banget. Apalagi saat sesi terapi, Rafa menangis terus. Rasanya pengen berhenti saja terapinya. Tapi saya ingat kata-kata para dokter spesialis yg memeriksa Rafa, juga berbagai literatur yg saya baca, bahwa usia 2-3 tahun pertama anak adalah masa emas (golden period) tumbuh kembang anak. Kalau sudah lewat masa emas, akan lebih sulit bagi anak untuk berkembang. Saya pun menguatkan diri dan terus menyemangati Rafa.

6 bulan berlalu, alhamdulillah ada perubahan pada perilaku dan emosi Rafa, namun tidak ada perubahan yg bermakna pada bicaranya. Saya pun stres karena Rafa sudah berusia 2 tahun. Masa emas-nya tinggal 1 tahun lagi. Saya pun mencari tempat terapi lain, dan banyak yg merekomendasikan Klinik Anakku. Namun antrian disana 2-3 bulan (ini baru ketemu dokternya), kemudian antri lagi untuk jadwal terapinya (sekitar 2-3 bulan juga). Setelah diperiksa Prof.Hardiono, diagnosisnya sama, masih gangguan bahasa ekspresif dengan gangguan sensori integrasi. Sambil menunggu jadwal terapi di Klinik Anakku, Rafa tetap meneruskan terapi di Hermina.

6 bulan kemudian, saat Rafa berusia 2,5 tahun, kata pertama yg bisa Rafa ucapkan yaitu “Bunda”, masya Allah. Namun, tidak ada perkembangan lain yg berarti. Saya juga belum mendapat jadwal terapi Rafa di Klinik Anakku. Saya kontrol ke Prof.Hardiono. Disini saya sempat sangat sedih dan merasa gagal sebagai ibu. Beliau tampak frustasi krn Rafa hanya bisa 1 kata yg jelas, dan belum juga diterapi di Klinik Anakku. Dengan bantuan beliau, Rafa akhirnya mendapat jadwal di Klinik Anakku. Betapa leganya saya saat mulai sesi terapi di Klinik Anakku, Rafa tidak menangis, hanya sesekali merengek. Rafa terlihat bersemangat menjalani terapinya.

6 bulan lagi berlalu, Rafa berusia 3 tahun. Alhamdulillah Rafa mulai menunjukkan perkembangan bahasa dan bicara. Biarpun masi belum jelas pelafalannya, tapi Rafa sudah “bawel”. The doctor even gave his thumbs up (literally). Sepanjang sesi kontrol, Prof.Hardiono tampak lega dan bangga pada Rafa. Pada tahap ini, beliau mempersilahkan jika Rafa ingin berhenti terapi karena perkembangannya sudah baik. Bahkan sempat dibilang bahwa untuk anak seperti Rafa, kemampuan bicara seperti itu sudah “bagus”. Di satu sisi, saya bersyukur bahwa perkembangan Rafa baik, tapi di sisi lain, saya merasa Rafa masih bisa berkembang lagi. Saya dan suami memutuskan untuk melanjutkan terapi Rafa.

6 bulan lagi berlalu, Rafa berusia 3,5 tahun. Saya selalu terharu dan sangat bersyukur setiap mengingat masa-masa ini. 2 tahun setelah terapi, perkembangan bicara dan bahasa Rafa sangat pesat. Saya mulai keteteran mengisi buku catatan kosakata Rafa, saking banyaknya pertambahan kosakata Rafa, alhamdulillah. Oia, saat itu Prof.Hardiono hanya menangani pasien baru dan pasien “sulit”, pasien lainnya dipercayakan ke dr.Selly dan bu Anita. Saat kontrol ke dr.Selly (dokter anak) dan bu Anita (psikolog), mereka tampak takjub dengan perkembangan Rafa. Mereka sangat ramah dan keibuan, Rafa tampak nyaman ngobrol dengan mereka. Mereka kemudian memutuskan bahwa Rafa sudah lulus terapi sensori integrasi. Dan Rafa mulai menjalani terapi wicara di rumah (home therapy), dengan orangtua sebagai “terapis”nya.

3 bulan berlalu, namun perkembangan bicara dan bahasa Rafa dari home therapy kurang optimal. Akhirnya Rafa terapi wicara di Klinik Anakku, dengan terapis Tante Yanti. Seperti terapis lain di Klinik Anakku, Tante Yanti sangat ramah, cepat dekat dgn anak, juga energetik. Adaaa saja idenya Tante Yanti mengajak Rafa mengikuti berbagai latihan yg terus berulang. Alhamdulillah, perkembangan bicara Rafa semakin baik lagi. Setiap kontrol ke dr.Selly dan bu Anita pun, mereka memuji perkembangan Rafa.

Hingga akhirnya, saat Rafa berusia 4,5 tahun, Rafa dinyatakan lulus terapi wicara. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah. Setelah 3 tahun diterapi, Rafa akhirnya lulus. Dan 3 tahun bukanlah waktu yg singkat, apalagi utk Rafa yg masih balita. Hampir seluruh hidupnya (saat itu) diisi dgn terapi (baik di klinik maupun di rumah). Mengutip dari ig-story @loveshugah, anak itu guru kehidupan, kita bisa belajar banyak melalui anak. Pantang menyerah. Rafa yg masih balita sudah memiliki semangat itu. Masya Allah.

A Gift

1527986408477

It probably around this time last year, that my friend, a cardiologist, told me that basically there’s something wrong with my heart, but it’s still in normal range, so I don’t have to worry. My reaction was freaked out. Even though it’s “normal”, somehow I still feel concerned about it.

Oh btw, I have arrhythmia (ventricular extrasystole), which in normal range, and mild-moderate tricuspid regurgitation. Arrhythmia is a condition where your heart beats irregularly. Regurgitation means there’s a defect in one of your heart valve, so your heart doesn’t pump blood optimally. As a doctor, if I have this kind of patient, I would suggest the same, he/she doesn’t have to worry. But as a patient, I don’t know, it feels different when you ARE the patient.

Freaked out? Yes. Sad? Yes. Scared? Yes. Happy thoughts? Gone. Well, that’s awful. That state was going about a few weeks. I often feel scared and cries a lot. It’s not like I will die right now..oh wait, I really don’t know when I’ll die. It’s just that..all this time, I always feel that “oh, I’m still young, I still have time”. But then it hits me “well, no, you don’t know how much time you still have”.

Actually, ALLAH already told us in Quran that we don’t have much time, time will pass quickly. In surah Al-Asr:
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”

From then on, I try to accept my “gift”, maybe it’s a reminder from ALLAH. Repent now, before it’s too late. I’m eagerly go to pengajian, even I learn Arabic language so I can understand more about Quran. I’ve tried to collect more good deeds.

But, I still feel what I’ve done so far is not enough. So, from time to time, I panicked, I feel like I’m going to die on that exact moment. I even went to ER last week, and turns out that everything was normal. This is not good.

So I decided to go to a friend, who is a psychiatrist. In just less than an hour, she could made me tell her a lot of things that I’ve been holding in. She told me that panic disorder is not a sudden thing. It usually builds up from few hours before. When our body and mind can’t take it anymore, it goes in “panic state.” And every “panic state” usually have the same pattern. She told me to find that pattern with CBT (cognitive behaviour therapy). She also gave me some medications.

The thing that I remember the most is when she told me “you’ve done enough for everyone (your son, husband, parents), you can’t please them all. The one you really need to take good care is yourself, invest in yourself.”

When I REALLY think of it, it hits me again. I’ve done many good deeds, for everyone. But it seems I “forget” to fulfilled my soul. I’m still confused about my role. Is it enough if I keep being a stay-home-mom? Do I really need to work outside as a doctor again? I know that human was made to pray to ALLAH. But what kind of deeds that will elevate me in front of ALLAH, that I’m actually good at, that can benefit many people, that will eventually bring me closer to ALLAH?

My heart condition, also my mental condition, actually are “gifts” from ALLAH. I need to learn more about myself, and about Quran. I believe that eventually I will become a better person. Truly ALLAH’s plans are better.

“Bekal” Akhirat

Hidup selalu berputar seperti roda, kadang di atas, kadang di bawah. Saat kita merasa kehidupan “di atas” tidak usah terlalu senang, begitupun saat “di bawah” tidak usah terlalu sedih. Saya lupa baca dimana, kira-kira begini bunyinya: Hidup di dunia seperti persinggahan sementara, ibarat seorang musafir yang sedang berteduh sejenak. Jangan sampai terikat, karena kita menetap di dunia hanya sejenak saja.

Kehidupan yang saat ini sedang “di bawah”, membuat saya merenung, berpikir kembali, “Kita ini hidup untuk apa? Apa yang sebenarnya penting? Apa yang ingin saya capai di dunia dan apakah itu penting?”

Perjalanan Hidup Manusia

Lihat ilustrasi di atas? Hidup di dunia berarti kita baru menempuh ¼ kurang perjalanan. Di satu titik inilah yang menentukan “sisa” ¾ perjalanan kita. Apakah kita akan tersiksa atau bahagia selama ¾ perjalanan sampai tempat tujuan (surga/neraka), ditentukan oleh waktu kita di dunia ini.

Saya termasuk orang yang bekerja tanpa kenal waktu (tuntutan pekerjaan). Bahkan saat awal menikah, saya dan suami jarang berinteraksi. Saat saya berangkat, suami pulang dalam kondisi kelelahan, sering juga sebaliknya. Saat hamil, saya sempat berpikiran untuk kelak menitipkan anak ke orang tua saya, agar saya bisa fokus mengejar karir. Namun, semakin saya mengenal Islam lebih dalam, saya merasa tidak bahagia dengan hidup saya. Saya merasa waktu saya hilang begitu saja.

Menjawab pertanyaan saya sendiri, kita hidup untuk menyembah ALLAH dengan beribadah. Hal yang penting yaitu menyiapkan “bekal” untuk  “sisa” ¾ perjalanan. Apa amalan yang pertama kali dihisab? SOLAT. Perbaiki solat. “Celakalah orang-orang yang solat, yaitu orang-orang yang lalai terhadap solatnya” [Al-Maun: 4-5] Naudzubillah min dzalik. Jangan sampai saya termasuk orang-orang yang disebutkan pada surat Al-Maun. Sehingga saya berusaha solat wajib di awal waktu (tidak menunda-nunda), berusaha lebih khusyuk, dan mengerjakan solat sunnah (tahajud, dhuha, qabliyah, dll).

Apa lagi yang penting? Tentunya mengamalkan rukun iman dan rukun Islam. Apalagi? Jika saya meninggal kelak (meninggal itu PASTI), saya tidak bisa beribadah lagi. Tapi ada 3 hal yang masi bisa menjadi “bekal tambahan”, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta doa anak yang soleh. Amal jariyah yang seperti apa? Seperti turut serta membangun mesjid, sedekah al-Quran, dll. Selama mesjid/Al-Quran tsb dipakai orang lain, pahala akan mengalir terus ke kita. Ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. Bagaimana caranya? Salah satunya dengan mengajar atau menulis artikel/buku yang bermanfaat. Dan terakhir, doa anak soleh. Apakah mudah menjadikan anak saya soleh? Tentu tidak. Saya pun harus belajar agama dengan sungguh-sungguh, agar saya bisa mengajarkan ilmu agama ke anak saya.

Itulah cara saya. Setiap orang punya caranya masing-masing dalam mempersiapkan “bekal” akhirat. Mana yang benar? Selama caranya sesuai dengan Al-Quran dan hadis, insya Allah benar.

Sedikit tapi Sering

Tentu kita sudah sering mendengar istilah “biar sedikit tapi sering”, dalam kegiatan, pekerjaan, ibadah, dll. Sepertinya mudah ya, tapi ternyata membuat sesuatu hal menjadi sering/rutin adalah hal yang cukup sulit. Apalagi saya, yang sering sekali melakukan sesuatu “tergantung mood”. Kalau lagi mood, bisa melakukan bahkan menyelesaikan banyak hal. Tapi kalau lagi ga mood, astagfirullah, mager banget!

Sebenernya yang paling susah awalnya adalah NIAT. Berniat dulu sungguh-sungguh. Kalau niat saja belom, tenggelamkan! ;p Jangan berpikir “ah susah” atau “ntar sajalah kalau mood”. Niat dulu, kalau untuk kegiatan yang baik, insya Allah bermanfaat. Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan lalu Dia menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.” (HR. Bukhari no. 6491 dan Muslim no. 130) [Sumber

Setelah niat, ya lakukan, MULAI. Besok? Nope, SEKARANG! Kalau ga selesai gimana? Gada yang bilang harus selesai kan? Kerjakan saja dulu. Kalau kata sahabat saya, Kak Rie, 15 menit juga gapapa, yang penting fokus dikerjakan. Kebiasaan kurang baik saya yang lain, kalau lagi mood, kadang suka memforsir biarpun sudah ga fokus, sampai kecapean dan bikin ga mood ngerjain lagi.

Poin yang penting juga yaitu SEDIKIT. Mengerjakan suatu hal dari yang sedikit dulu. Misalnya, solat sunnah dhuha. Mau 12 rakaat supaya Allah bangun rumah untuk kita di surga? Mau banget! Tapiiii biasakan dulu 2 rakaat setiap hari, catet, setiap hari ga pake bolong dan ga ninggalin yang wajib. Kalau sudah berhasil, baru naik 4, 6, 8, kemudian 12 rakaat. Saat ini saya masih di tahap 2 rakaat. “Barangsiapa mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, maka dia tidak ditetapkan termasuk orang-orang yang lengah. Barangsiapa shalat empat rakaat, maka dia tetapkan termasuk orang-orang yang ahli ibadah. Barangsiapa mengerjakan enam rakaat maka akan diberikan kecukupan pada hari itu. Barangsiapa mengerjakan delapan rakaat, maka Allah menetapkannya termasuk orang-orang yang tunduk dan patuh. Dan barangsiapa mengerjakan shalat dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di Surga. Dan tidaklah satu hari dan tidak juga satu malam, melainkan Allah memiliki karunia yang dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya sebagai sedekah. Dan tidaklah Allah memberikan karunia kepada seseorang yang lebih baik daripada mengilhaminya untuk selalu ingat kepada-Nya” Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani. [Sumber]

Misalnya lagi, menulis. Mau menulis blog pribadi atau artikel doctormums, pokoknya setiap hari harus menulis minimal 1 paragraf atau selama 30 menit. Koq targetnya kecil amat? Inget di awal, sedikit tapi RUTIN. Saya ibu rumah tangga yang ga dikejar target apapun, jadi suka-suka saya targetnya sekecil apa. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit kan, yang penting rutin. Buktinya, dengan modal “sedikit tapi rutin”, ternyata tulisan ini bisa cepat selesai. Alhamdulillah.

Lalu apakah sekarang saya sudah berhasil mengatasi sifat moody saya? Saya masih dan akan selalu berusaha. Doakan istiqomah yaa!