In the beginning of one English online lesson, Rafa suddenly said to his teacher “I want to tell you one thing, I’m a Muslim, so I don’t celebrate christmas, halloween, etc, I only celebrate eid ul Fitr, eid ul Adha, and birthday. Please remember that.” And the teacher promised to remember.
Perhaps you are wondering why on earth Rafa said those things. In his previous English lessons, he learned about holidays around the world, including christmas, halloween, valentine, new years, april’s fools day, etc. The teacher, assuming Rafa also celebrates those holidays, asks what he usually does on those holidays. Rafa was confused and couldn’t answer. I never told him about those holidays, because us Muslim don’t celebrate them.
So, after that lesson, I explained to him about those holidays, and that we don’t celebrate them, because it mimics the kuffar, contain shirk, more mudarah (harms) than maslahah (benefits). We discussed them, and he understood. That’s the background story. He is an 8 year old boy, and he is proud of his identity as a Muslim, and stands firm in his faith, masyaAllah alhamdulillah. May Allah SWT always protects and guides Rafa’s fitrah.
Alhamdulillah saya muslim sejak kecil karena orangtua saya muslim. Itu adalah salah satu nikmat yg sering saya lupakan, karena tidak semua anak bisa menjadi muslim, seperti disebutkan di hadis berikut.
Tiada seorangpun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fithrah (Islam)nya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. [HR. al-Bukhâri dan Muslim]
Tapiiiii, muslim sejak kecil tidak membuat saya mengenal Allah dengan baik, maupun mengenal agama Islam sepenuhnya. Orangtua saya berusaha mendekatkan saya dengan ajaran Islam, beberapa caranya dengan menyekolahkan saya ke sekolah Islam (TK dan SD), memanggil guru ngaji, mengajarkan solat dan puasa.
Alhamdulillah saya sudah berjilbab sejak SMA, walaupun karena nadzar. Perilaku saya sebelum dan sesudah berjilbab kurang lebih sama, tetep baik (sebatas pengetahuan saya saat itu). Namun, saya belum merasakan nikmat mengenal Islam dan dekat dengan Allah. Saat kuliah, saya sempat ikut liqo, namun seingat saya hanya bertahan beberapa bulan.
Perjalanan hijrah saya mungkin dimulai tahun 2017, saat anak saya, Rafa, berusia 3 tahun, dan mulai bersekolah di playgroup Islam. Saat itu entah bagaimana, saya ditunjuk menjadi koordinator pengajian rutin komite. Pengajian? Seumur-umur ga pernah woy, sekalinya ya pas mau nikah. Waktu itu saya keabisan jurus ngeles, jadinya saya terima aja. Awalnya, saya merasa ingin cepat-cepat ganti koordinator, karena jadi koordinator susah dan riweh. Setelah 1 tahun, disaat pergantian koordinator, ternyata ga ada yg mau, saya pun terpaksa jadi koordinator lagi. Fast forward, saat ini 2021, dan alhamdulillah sudah masuk tahun ke 4 saya jadi koordinator pengajian. Apakah mudah? Tidak. Pengajian ini dari sekitar 20an peserta, saat ini yg aktif mungkin hanya 4-5. Kenapa saya pertahankan? Saya ingat, sebenernya jumlah Nabi itu ada ratusan, tapi yg kita kenal hanya 20an. Nabi pun ada yg sampai akhir hayatnya tidak memiliki pengikut. Lalu apakah Nabi tsb gagal? Tidak, Allah menilai dari usaha, bukan hasil. Suami saya pun mengingatkan, mengajak orang pada kebaikan dapat pahala. Ustadzah Hinda pun mengingatkan, di setiap majelis ilmu akan datang malaikat yg mendoakan sampai selesai. Saya terlihat rugi dengan jumlah peserta pengajian yg sedikit, tapi luruskan niat untuk mendapat pahala yg banyak, menuntut ilmu agama, meraih ridha Allah, insyaAllah saya untung besar.
Langkah hijrah saya berikutnya sekitar tahun 2018, saat saya tetiba diajak mba Intan (ipar sepupu suami saya; kerabat jauh pokoknya, yg cuma ketemu pas idul fitri) untuk ikut kelas bahasa arab bareng. Saat itu saya berpikir, apaan lagi nih, tahun lalu ‘kejebak’ jadi koordinator pengajian, tahun ini diajak kelas bahasa arab? Karena saya ga sibuk, jadi saya iyain aja ajakan mba Intan. Disitu saya diajar oleh Ustadzah Wahyuni, yg belajar bahasa arab di LIPIA selama 7 tahun, masyaAllah. Apakah mudah? Nope, perjuangan banget tiap minggu pagi jam 8-10 les arab. Pesertanya pun dari sekitar 20an, saat ini 2021 tinggal 5: saya, Nory, mba Silfi, mba Anik, dan bu Chichi.
Masih di tahun 2018, saya lupa dikasih tau siapa tentang grup wa HSI Abdullah Roy. Jadi belajar tentang Islam dari dasar banget, tauhid, rukun iman, dll. Materinya berupa audio 5-10 menit setiap hari kerja. Ada evaluasi harian, pekanan, dan akhir. Alhamdulillah sampai saat ini saya masih bisa mengikuti grup tersebut. Materi saat ini tentang Sirah Nabawiyah bagian 2. Buanyak buanget nama, tempat, ayat dan hadis yang dipelajari. Semoga masih bisa lanjut ke materi selanjutnya.
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).
Tahun 2019, saya ikut Story Night Ustadz Nouman Ali Khan. Beliau bercerita tentang surat-surat di al qur’an, dengan gaya dan alur yang menurut saya sangat menarik. Saat itu saya mulai menyadari betapa menakjubkannya al qur’an, hanya saja saya yg belum memahaminya dengan baik. Apakah mudah? Acaranya 4 jam, tapi saya sudah antri sejak 2 jam sebelum acara supaya dapet tempat duduk depan banget. Perjuangan yes. Saat itu sebenarnya ada program Dream, yaitu belajar bahasa arab selama 10 hari. Tapi saat itu saya ga kebagian seat. Ustadz Nouman saat itu berkata insyaAllah akan datang lagi ke Jakarta utk mengajar program Dream.
Qadarullah, tahun 2020 pandemi covid, Ustadz Nouman ga jadi dateng ke Jakarta. Tapi sungguh rencana Allah memang yg terbaik. Program Dream dari Bayyinah Institute justru bisa diikuti secara online, bahkan video-videonya diupload di media sosial seperti youtube dan facebook, gratis! Ga perlu antri berjam-jam, macet-macetan ke venue, bisa belajar bahasa arab al qur’an kapan pun saya lowong. MasyaAllah tabarakallah.
Saat ini 2021, alhamdulillah saya diberikan kemudahan oleh Allah, jadi masih ngaji dan les arab mingguan, masih HSI, dan ikut program Dream. Cape? Tentu. Bukankah lebih baik cape mengerjakan sesuatu yang baik? Intinya saya ingin cerita, bahwa perjalanan hijrah saya sampai sekarang masih berlangsung, tetap banyak perjuangannya, sering juga rasanya mau berhenti aja. Alhamdulillah Allah pertemukan saya dgn teman-teman yg sama-sama berjuang, dan saya merasakan hidup saya lebih tenang dgn jalan hijrah yg saya ambil ini. Saya harap sampai saya meninggal tetap berada di jalanNya yg lurus, yg diridhai olehNya. Aamin ya rabbal ‘aalamiin.
Saya teringat sepotong ceramah ustadz Khalid Basalamah. Kurang lebih seperti ini: “Jika kita hidup di jaman Rasulullah SAW, apakah kita akan percaya bahwa beliau ada utusan Allah, bahwa Tuhan hanya 1 yaitu Allah? Sedangkan beliau tidak bisa baca tulis, beliau bukan siapa-siapa. Apakah kita akan beriman kepada Allah, atau justru kita akan menjadi orang kafir atau munafik yang memerangi Rasulullah SAW?”
Begitupun jika kita hidup di masa Nabi Nuh AS. Beliau membawa perintah kepada kaumnya untuk menyembah Allah. Kemudian beliau membuat sebuah kapal yang sangat besar di dataran tinggi. Dataran tinggi loh bukan di tepi pantai. Apakah kita termasuk orang yang beriman kepada Allah dan selamat dari banjir besar, atau justru menjadi orang kafir atau munafik yang akhirnya ditenggelamkan oleh Allah?
Alangkah “mudahnya” hidup di jaman setelah Rasulullah SAW. Beliau telah meninggalkan 2 pedoman hidup yang benar, yang lurus, yaitu Al-Quran dan hadits. Al-Quran telah banyak teruji kebenarannya. Betapa “mudahnya” kita untuk beriman kepada Allah di jaman ini. Kita hanya perlu berpegang teguh pada Al-Quran dan hadits. Itu saja.
Namun sedihnya, banyak manusia yang merasa lebih pintar dibandingkan Allah SWT. Ayat-ayat Al-Quran dibantah dengan alasan “ini tidak logis, ini melanggar HAM, dll”. Ayat-ayat Al-Quran dijadikan bahan ejekan bahkan dihina. Tidak sedikit Muslim yang malah mendukung penghina dan pencela Al-Quran. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Al-Quran loh! Pedoman hidup seorang Muslim! Isinya kalimat-kalimat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa!
…
Iya, hidup di jaman ini, untuk berpegang teguh pada Al-Quran dan hadits merupakan perjuangan. Semoga Allah SWT tetap memberikan hidayah-Nya, agar kita (iya, kita: saya dan semua yang membaca ini) tetap dalam nikmat Islam yang lurus, sampai waktu kita di dunia ini habis.
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisaa: 59)
Hidup selalu berputar seperti roda, kadang di atas, kadang di bawah. Saat kita merasa kehidupan “di atas” tidak usah terlalu senang, begitupun saat “di bawah” tidak usah terlalu sedih. Saya lupa baca dimana, kira-kira begini bunyinya: Hidup di dunia seperti persinggahan sementara, ibarat seorang musafir yang sedang berteduh sejenak. Jangan sampai terikat, karena kita menetap di dunia hanya sejenak saja.
Kehidupan yang saat ini sedang “di bawah”, membuat saya merenung, berpikir kembali, “Kita ini hidup untuk apa? Apa yang sebenarnya penting? Apa yang ingin saya capai di dunia dan apakah itu penting?”
Lihat ilustrasi di atas? Hidup di dunia berarti kita baru menempuh ¼ kurang perjalanan. Di satu titik inilah yang menentukan “sisa” ¾ perjalanan kita. Apakah kita akan tersiksa atau bahagia selama ¾ perjalanan sampai tempat tujuan (surga/neraka), ditentukan oleh waktu kita di dunia ini.
Saya termasuk orang yang bekerja tanpa kenal waktu (tuntutan pekerjaan). Bahkan saat awal menikah, saya dan suami jarang berinteraksi. Saat saya berangkat, suami pulang dalam kondisi kelelahan, sering juga sebaliknya. Saat hamil, saya sempat berpikiran untuk kelak menitipkan anak ke orang tua saya, agar saya bisa fokus mengejar karir. Namun, semakin saya mengenal Islam lebih dalam, saya merasa tidak bahagia dengan hidup saya. Saya merasa waktu saya hilang begitu saja.
Menjawab pertanyaan saya sendiri, kita hidup untuk menyembah ALLAH dengan beribadah. Hal yang penting yaitu menyiapkan “bekal” untuk “sisa” ¾ perjalanan. Apa amalan yang pertama kali dihisab? SOLAT. Perbaiki solat. “Celakalah orang-orang yang solat, yaitu orang-orang yang lalai terhadap solatnya” [Al-Maun: 4-5] Naudzubillah min dzalik. Jangan sampai saya termasuk orang-orang yang disebutkan pada surat Al-Maun. Sehingga saya berusaha solat wajib di awal waktu (tidak menunda-nunda), berusaha lebih khusyuk, dan mengerjakan solat sunnah (tahajud, dhuha, qabliyah, dll).
Apa lagi yang penting? Tentunya mengamalkan rukun iman dan rukun Islam. Apalagi? Jika saya meninggal kelak (meninggal itu PASTI), saya tidak bisa beribadah lagi. Tapi ada 3 hal yang masi bisa menjadi “bekal tambahan”, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta doa anak yang soleh. Amal jariyah yang seperti apa? Seperti turut serta membangun mesjid, sedekah al-Quran, dll. Selama mesjid/Al-Quran tsb dipakai orang lain, pahala akan mengalir terus ke kita. Ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. Bagaimana caranya? Salah satunya dengan mengajar atau menulis artikel/buku yang bermanfaat. Dan terakhir, doa anak soleh. Apakah mudah menjadikan anak saya soleh? Tentu tidak. Saya pun harus belajar agama dengan sungguh-sungguh, agar saya bisa mengajarkan ilmu agama ke anak saya.
Itulah cara saya. Setiap orang punya caranya masing-masing dalam mempersiapkan “bekal” akhirat. Mana yang benar? Selama caranya sesuai dengan Al-Quran dan hadis, insya Allah benar.
Tentu kita sudah sering mendengar istilah “biar sedikit tapi sering”, dalam kegiatan, pekerjaan, ibadah, dll. Sepertinya mudah ya, tapi ternyata membuat sesuatu hal menjadi sering/rutin adalah hal yang cukup sulit. Apalagi saya, yang sering sekali melakukan sesuatu “tergantung mood”. Kalau lagi mood, bisa melakukan bahkan menyelesaikan banyak hal. Tapi kalau lagi ga mood, astagfirullah, mager banget!
Sebenernya yang paling susah awalnya adalah NIAT. Berniat dulu sungguh-sungguh. Kalau niat saja belom, tenggelamkan! ;p Jangan berpikir “ah susah” atau “ntar sajalah kalau mood”. Niat dulu, kalau untuk kegiatan yang baik, insya Allah bermanfaat. “Sesungguhnya Allah mencatat berbagai kejelekan dan kebaikan lalu Dia menjelaskannya. Barangsiapa yang bertekad untuk melakukan kebaikan lantas tidak bisa terlaksana, maka Allah catat baginya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia bertekad lantas bisa ia penuhi dengan melakukannya, maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan hingga 700 kali lipatnya sampai lipatan yang banyak.” (HR. Bukhari no. 6491 dan Muslim no. 130) [Sumber]
Setelah niat, ya lakukan, MULAI. Besok? Nope, SEKARANG! Kalau ga selesai gimana? Gada yang bilang harus selesai kan? Kerjakan saja dulu. Kalau kata sahabat saya, Kak Rie, 15 menit juga gapapa, yang penting fokus dikerjakan. Kebiasaan kurang baik saya yang lain, kalau lagi mood, kadang suka memforsir biarpun sudah ga fokus, sampai kecapean dan bikin ga mood ngerjain lagi.
Poin yang penting juga yaitu SEDIKIT. Mengerjakan suatu hal dari yang sedikit dulu. Misalnya, solat sunnah dhuha. Mau 12 rakaat supaya Allah bangun rumah untuk kita di surga? Mau banget! Tapiiii biasakan dulu 2 rakaat setiap hari, catet, setiap hari ga pake bolong dan ga ninggalin yang wajib. Kalau sudah berhasil, baru naik 4, 6, 8, kemudian 12 rakaat. Saat ini saya masih di tahap 2 rakaat. “Barangsiapa mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, maka dia tidak ditetapkan termasuk orang-orang yang lengah. Barangsiapa shalat empat rakaat, maka dia tetapkan termasuk orang-orang yang ahli ibadah. Barangsiapa mengerjakan enam rakaat maka akan diberikan kecukupan pada hari itu. Barangsiapa mengerjakan delapan rakaat, maka Allah menetapkannya termasuk orang-orang yang tunduk dan patuh. Dan barangsiapa mengerjakan shalat dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di Surga. Dan tidaklah satu hari dan tidak juga satu malam, melainkan Allah memiliki karunia yang dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya sebagai sedekah. Dan tidaklah Allah memberikan karunia kepada seseorang yang lebih baik daripada mengilhaminya untuk selalu ingat kepada-Nya” Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani. [Sumber]
Misalnya lagi, menulis. Mau menulis blog pribadi atau artikel doctormums, pokoknya setiap hari harus menulis minimal 1 paragraf atau selama 30 menit. Koq targetnya kecil amat? Inget di awal, sedikit tapi RUTIN. Saya ibu rumah tangga yang ga dikejar target apapun, jadi suka-suka saya targetnya sekecil apa. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit kan, yang penting rutin. Buktinya, dengan modal “sedikit tapi rutin”, ternyata tulisan ini bisa cepat selesai. Alhamdulillah.
Lalu apakah sekarang saya sudah berhasil mengatasi sifat moody saya? Saya masih dan akan selalu berusaha. Doakan istiqomah yaa!
I searched for Palestine on Google Map, and voila there it is! NOT! Where is Palestine?? It doesn’t matter, Palestine is still there. But it hurts. What do you feel if Google decides to “erase” your country from its map? It hurts right?
Areas that claimed by Israel are actually Palestine’s. What do you feel if: there’s someone who begs for a place to live in your house. You welcomed this person to live in your house with your family. Then, this person has family, but still live in your house. Later on, this person and his families forced you and your families to live in the basement. It’s getting worse, they try and try and try to kick you from YOUR house. Whose house? YOU. But this person CLAIMED it as his house. Imagine that in a bigger scale, land or country. That’s exactly what Israelis has been doing to Paletinians for years.
Your house was destroyed. You can’t get a proper job because Israel forbid you. You and the most people in your country are poor. You can’t freely going anywhere without being watch or “examined” (read: tortured) by Israel’s authorities. Israel and their allies often attack or bomb your land for whatever reason they feel “right”. You live like in a huge prison. They keep expanding and claiming your house, your land, your country. How do you feel then? That’s what Palestinian faced with every single day.
That isn’t war. That’s genocide. Just like Hitler killed A LOT of jews. Israelis killed A LOT of Muslims in Palestine. You won’t find these facts in media that owned by Israel or allies. They always reports Israelis have been attacked by Palestinians. Really? How many? Usually not more than your fingers. It’s because Israelis attacked first, Palestinians only try to defend theirself. But Israel using it as a reason to attack or bomb Palestine, which caused hundreds even thousands of Palestinians injured or die. MANY children are orphaned, MANY parents lost their childs. You called it war? NO! It’s GENOCIDE. What happens in Suriah is not that different.
Btw you won’t find these facts in mainstream medias. These media always turned the facts about Palestine upside down. The oppressor (Israel) looks like victim, while the REAL victim (Palestine) looks like the oppresor. That’s media these days.
Alhamdulillah there are a lot of organizations here in Indonesia that regularly sending helps to Palestine, such as MER-C, ACT, KNRP, Dompet Dhuafa, BSMI, etc. These organization sent foods, clothes, medicines, etc. They even built hospital and provides its doctors, nurses, etc. Hopefully through them, we Muslims in Indonesia can help our Muslims brothers and sisters in Palestine.
My prays always with them. Hopefully ALLAH always give them strength and always believe in ALLAH. May they all go to Jannah later in akhirah. May we all Muslims meet again in Jannah. Amiinn.