Setelah Lulus Dokter, Mau Jadi Apa?

Duluuu, 13 tahun lalu (waw saya udah tua), setelah lulus, saya hanya kepikiran mau praktek di klinik dan rumah sakit, mungkin setahun 2 tahun, lalu lanjut sekolah spesialis. Kenapa? Just because. Soalnya rata-rata lulusan dokter begitu “jalannya”. 

Tapiii, jalan saya ternyata tidak “selurus” itu, bahkan melenceng jauh, wkwk. Di postingan ini saya mau membuat list “jalan” para dokter yg saya kenal.

  • Kalau saya, praktek di RS dan klinik beberapa tahun, lalu berhenti, jadi ibu rumah tangga. Perpanjang STR dgn UKDI lagi. Kalau habis lagi gimana? Mungkin UKDI lagi, mungkin sebelum habis saya praktek lagi, mungkin ga saya perpanjang lagi, atau yg lain, lihat gimana nanti. Saat ini kuliah online psikologi islam S1.
  • Ada yg praktek di klinik yg bukan 24 jam (ga ada jaga malam), 4-5x seminggu, tiap praktek 3-4 jam saja. Dia enjoy banget masak, dekor rumah, juga menjahit.
  • Ada yg ambil kursus laktasi, praktek jadi konselor laktasi di rumah sakit, kadang jaga IGD juga. Suka open po berbagai kue yg enak-enak banget.
  • Ada yg ambil kursus laktasi, praktek jadi konselor laktasi di rumah sakit. Setelah sekitar 10 tahun praktek, lalu dia ambil sekolah spesialis.
  • Ada yg kerja di klinik tumbuh kembang, klinik sunat dan klinik bukan 24 jam. Ga ada jaga malam. Prakteknya masing-masing 1x seminggu (jadi total 3 hari saja dalam seminggu). Dia juga lagi kuliah psikologi islam S1 bareng saya. Dia juga aktif di berbagai organisasi parenting.
  • Ada yg bikin klinik pratama, sekaligus praktek disana. Ada juga yg kliniknya berkembang jadi punya beberapa cabang. 
  • Ada yg ambil kursus estetik, bikin klinik kecantikan, sekaligus praktek disana. 
  • Ada yg kerja di sekretariat fakultas kedokteran. Dia punya berbagai bisnis bareng suaminya. 
  • Ada yg jadi ibu rumah tangga, ga perpanjang STR-nya, hobinya memanah dan menjahit, jago masak juga.
  • Ada yg kerja di puskesmas, ambil S2 MARS, jadi PNS, lanjut karir di dinas kesehatan.
  • Ada yg kerja di puskesmas beberapa tahun, lalu sekolah spesialis.
  • Ada yg ambil S2 MARS, saat ini kerja sebagai manajemen rumah sakit, tapi pernah juga jadi manajemen jejaring klinik, PMI, dll. Beberapa kali pindah kerja krn ikut penempatan kerja suaminya. Saat ini dia kerjanya tiap hari 7 jam, fleksibel bisa WFH kalau lagi sakit atau keluarganya sakit, atau urusan mendadak lainnya.
  • Ada yg ambil S2 MARS, beberapa kali pindah ikut suaminya. Dia kerja konsultasi online di salah satu aplikasi kesehatan, jadi pengurus pengajian online rutin.
  • Ada yg ambil S2 medical illustration di luar negeri, lalu bikin start-up di bidang tersebut, dan sekarang banyak kerjasama dengan para dosen. Di angkatan, sepertinya dia paling high-tech dan update soal teknologi kedokteran.
  • Ada yg ambil S2 bisnis, kerjasama dengan dokter spesialis utk bikin klinik vaksin dan tumbuh kembang, yg sekarang masyaAllah cabangnya dimana-mana. 
  • Ada yg ambil S2 biomedik, lalu jadi dosen pre-klinik, juga aktif banget edukasi lewat sosial media.
  • Ada yg ambil S2 dan PhD di luar negeri, kerja disana sebagai researcher. Lalu balik ke Indonesia, UKDI lagi, lulus, lalu sekolah spesialis. 
  • Ada yg sekolah spesialis, lalu kerja di RSUD dan klinik (3 SIP terpakai semua). Ada yg praktek “saja”, ada juga yg sambil bisnis coffee shop, penginapan, bikin aplikasi kedokteran, dll.
  • Ada yg sekolah spesialis, lalu kerja jadi staf rumah sakit pendidikan (swasta), juga praktek disana. Saat ini dia sambil kuliah hukum S1. 
  • Ada yg sekolah spesialis, lalu kerja jadi staf rumah sakit pendidikan (negeri), juga praktek di rumah sakit swasta. Di rumah sakit pendidikan itu jadi dosen sekaligus urus pasien sekaligus berbagai urusan administrasi, yg saya juga kaget ternyata seabrek itu kerjaannya staf. Staf juga harus lanjut sekolah PhD atau S3, lalu lanjut sekolah profesor.

Banyak banget kan jalannya masyaAllah. Oia, ini jalan yg saya list dari dokter perempuan dan laki-laki ya, lulusan negeri maupun swasta. Gajinya gimana? Tergantung. Kalau buat hidup cukup, tapi kalau mau jadi tajir melintir 7 turunan, jangan jadi dokter lah. Kecuali punya bisnis atau dagang. Oia, bahasa Arab-nya pedagang tuh “taajirun” loh, mungkin kata tajir itu kata serapan dari bahasa Arab. Anyway, menurut saya, ga ada jalan yg lebih baik dari yg lainnya. Saya percaya Allah sudah menentukan jalan terbaik bagi setiap orang. 

Saya jadi ingat pas Syaikha Dr.Haifaa Younis ceramah di Jakarta. Beliau itu dokter spesialis obgyn di Amerika, juga seorang syaikha (ulama perempuan). Kurang lebihnya dia bilang, “accept that Allah put you here, and make the most of it with activities that Allah loves”. Kata “here” maksudnya peran yg kita jalani saat ini. Apapun perannya, jalani sebaik-baiknya, dan pastikan aktivitas kita itu yg baik dan diridhoi Allah.

Btw, bisa jadi ulama juga loh, seperti Syaikha Dr.Haifaa Younis. Ulama lainnya yang juga dokter itu adalah dr.Zakir Naik. Kalau yg orang Indonesia, ada dr.Raehanul Bahraen. MasyaAllah.

Belajar Seumur Hidup

1516547082191

Dulu saat kuliah seringkali guru-guru saya berpesan, “Kedokteran itu ilmunya terus berkembang, jadi kita harus terus belajar seumur hidup”.

Tanggapan saya saat kuliah: “Wah guru saya bijak sekali. Siap Dok, saya akan belajar terus.”

Tanggapan saya saat lulus dan praktek dokter umum: “What? Gada waktu, uda cape jaga malem terus.” Ketemu suami aja jarang, masa waktunya dipake buat “pacaran” sama jurnal penelitian. Tapi kemudian saya bertemu kasus-kasus yang jarang ditemui, yang mengharuskan saya untuk belajar lagi. Iya, saya pun belajar lagi.

Saat saya memilih menjadi ibu rumah tangga pun tidak lepas dari kewajiban belajar ilmu kedokteran. Saya suka dapet “pe-er” dari orangtua saya. “Di, tolong liatin kandungan obat herbal A donk, mau beli nih dari temen, aman ga?” Okeh siap. Atau “Di, video ini bener ga?” Biasanya judulnya semacam “10 manfaat buah A yang tidak Anda ketahui”. Ini agak pe-er sih, karena saya mesti ngecek tiap point. “Hebat”nya video-video semacam ini adalah, fakta dan mitos dicampur sedemikian rupa sehingga terkesan semuanya fakta. Ini juga berlaku pada pesan broadcast lewat WA. Gemes banget rasanya kalo uda dapet broadcast semacam “Menakjubkan! Buah A Dapat Menyembuhkan Kanker”. Prinsip saya sih selalu hati-hati bacanya, mesti cek n ricek, ga langsung percaya, langsung ngebantah juga ga, cek dulu. Apalagi artikel-artikel yang isinya sejuta klaim (ga sejuta juga sih), waspadalah, waspadalaaah!

Kalo yang request orang tua saya, saya cukup semangat belajar lagi, baca berbagai jurnal penelitian terbaru. Biarpun cukup membuat otak yang uda karatan ini ngebul-ngebul. Abis itu diskusi deh sama mereka. Nah, kalo broadcast ini nih, bingung saya. Pernah beberapa kali ngecek, dan ternyata isinya banyakan ga validnya. Saya sampaikan ke grup WA tersebut, dan saya sukses….dikacangin. Dan beberapa waktu berikutnya broadcast semacam itu tetap berdatangan. Saya cek lagi, saya sampaikan dan sukses lagi. Iya, sukses dikacangin.

Dan batin saya pun berdiskusi.
Diana 1: Gada juga yang minta lu ngecek Di, geer amat lu!
Diana 2: Iya tapi kan gw sebagai orang yang punya ilmunya dan uda ngecek dan tau itu SALAH, wajib donk gw ngasitau biar pada ga terjerumus HOAX.
Diana 1: Terus? Lu dikacangin kan? Ganggu deh lu sok2 ngebenerin.
Diana 2: Tapi kan menyampaikan kebenaran itu wajib. Biarpun kesannya dikacangin, kalo ada yang baca dan pesan gw nyampe alhamdulillah. Biarpun pesan gw cuma sampe ke 1 orang.
Diana 1: Urus aja urusan lu sendiri.
Diana 2: Hayati lelah.
Dan saya pun ga pernah lagi memberitahukan hasil pengecekan saya ke grup-grup tersebut. Kecuali kalo orangnya bertanya langsung itu bener ga. Dengan senang hati saya jelaskan.

Ini baru 1 ilmu loh. Seiring waktu pun, saya belajar hal-hal lain juga. Jadi istri belajar masak, biar suami makin betah di rumah, dan anak seneng makan di rumah. Belajar financial planning, biar keuangan lebih terencana dan ga boros. Jadi orangtua harus belajar manajemen emosi, belajar perkembangan anak, dll. Saya pun ikut pengajian rutin dan belajar bahasa Arab untuk menambah ilmu agama, karena saya ingin anak saya jadi anak yang soleh. Dan semua ilmu itu penting. Jadi belajar seumur hidup berlaku untuk semua ilmu.

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Mujaadila: 11)

Finding my passion

There is one thing that I just found out recently, it’s the fact that I like writing. Well, it’s less convincing based on numbers of posts here. I rarely writes here because I have another writings to do, it’s my job. I currently work as a writer in www.doctormums.com. I’m a newbie, I joined less than a month ago, and still working on my third article. Yes I’m a total newbie (if there’s even a ranking for the newbiest newbie), but I love it. It really makes my brain works hard in a pleasant way. It kinda reminds me of my previous job as a doctor. I used to make my brain works hard every single day, even on weekends. Not just my brain, but also my body, it’s very tiring actually, haha. Since I got pregnant and almost had miscarriage, I decided to quit my job. I don’t mind the brain works, but being stay awake for at least 36 hours straight without collapse, I don’t think I can do it again. Well techincally I’m still a doctor, my licence is still valid, it’s just that I’m not ready to go back to work..yet.

So being a stay home mother is wonderful, I get to be with my son most of the time, it’s a blessing really. But sometimes I feel a bit empty. So I decided to do another thing. I love books, so I try to be an online book-seller. I like it. I often take some of my stocks for my son, yeah I’m not that good seller. I just really love books. Oh btw I sell children books. Despite all of that, I’ve been selling books for 1 year, and counting. Not too shabby. Alhamdulillah.

But I still feel something is missing. Then I saw many mothers in instagram posting about their child’s activities, they’re learning while playing. It looked really awesome and I want to try it too. So I started to make some simple toys and activities for my son. Then I share them on my instagram, also with explanation how to make it. Then a few mothers tagged me to their photos, it turns out that they recreate my simple toys for their children. It makes the mother and the child happy, and it makes me feel great.

But then again, I still feel a little bit of something is still missing. So, when one of my bestfriend, Rie, offered me a job as a writer in a medical website, I took it without thinking. Why? Well..why not? I just felt that I need to try it. It turned out to be one of the best thing that ever happened to me. It seems like I really can’t live without “a taste of medicine” regularly. It turned out that medicine has always been my passion, I like writing, I like sharing, my job covers them well. I feel complete again, and I’m very grateful for that. Alhamdulillah.