Tantangan Anak ASD di Sekolah Dasar

Assalamu’alaikum,

Saya mau sharing tentang tantangan Rafa selama di SD dan solusinya. Perlu diingat bahwa spektrum autis itu luas, tidak semua anak mengalami tantangan yang sama persis. 

  1. Menulis 

Kemampuan menulis itu tidak sesimpel perlu latihan menulis atau motorik halus saja. Butuh otot core (batang tubuh) dan bahu yang kuat, supaya tahan duduk lama dan menulis lama. Bisa dengan latihan lempar tangkap bola, berenang, berkuda, memanah. Bahkan aktivitas sehari-hari seperti mengelap kaca/cermin dan menjemur pakaian. Latihan menulis di papan tulis (whiteboard) kecil, jadi posisi tangan terangkat, melatih endurance otot lengan dan bahu. Selain kekuatan otot core dan bahu, butuh motorik halus yang baik. Latihannya bisa dengan bermain playdoh/slime/theraputty. Aktivitas sehari-hari membuat adonan kue/roti/pizza. Saat kelas 2, sempat ada guru yang meminta Rafa menulis lebih cepat, padahal saat itu Rafa kemampuan menulisnya masih lambat. Jadi saya minta bantuan wali kelasnya untuk menyampaikan ke guru tersebut mengenai kondisi Rafa, tolong sabar karena Rafa saat itu juga sudah berusaha maksimal. Di rumah dan tempat terapi, Rafa juga latihan terus sambil disemangati (jangan ditekan).

  1. Berteman

Rafa cerita bahwa ia sering bingung memulai percakapan atau bergabung ke percakapan teman-temannya. Saya melatihnya dengan role play, saya berpura-pura jadi temannya. Apakah langsung berhasil? Tentu tidak. Butuh latihan terus menerus. Saya juga minta tolong ke wali kelasnya untuk membantu Rafa di kelas. Memang wali kelasnya tidak bisa selalu membantu, terjadi konflik kecil dgn temannya namun masih wajar. Karena Rafa di sekolah inklusi, guru dan teman sekelasnya tau kalau Rafa itu autis ringan. Di kelas 3 dan 4, teman-teman sekelasnya sudah bisa lebih memahami dan memaklumi, jadi Rafa bisa lebih luwes berteman, alhamdulillah biidznillah. Walaupun memang Rafa lebih senang menghabiskan waktu istirahat di sekolah dengan membaca buku di perpustakaan, and it’s okay.

  1. Emosi

Regulasi emosi memang tantangan yang wow. Beberapa kali Rafa menangis di sekolah, karena konflik dengan teman, sensory overload, dll. Alhamdulillah para wali kelas Rafa baik sabar banget, mau memberikan Rafa space untuk menenangkan dirinya, juga membantu Rafa. Lagi-lagi komunikasi dan hubungan baik dgn wali kelas itu penting. Sejak usia pra sekolah, saya berusaha mengenalkan Rafa berbagai emosi, juga mengajak Rafa mengenali emosi yg dirasakannya. Selain itu, saya mengajarkan cara bernafas saat marah (yg dulu diajarkan psikiaternya), ambil wudhu, dan berdoa. Alhamdulillah biidznillah semakin dewasa, regulasi emosi Rafa membaik. Dulu kalau tantrum bisa 1-2 jam, saat usia 11 tahun sekitar 15-30 menit saja sudah tenang kembali. 

  1. Fokus

Ini saya bawa santai aja lah, wkwk. Mau gimana, memang mudah banget terdistraksi. Untuk mengurangi distraksi di sekolah, saya minta tolong wali kelasnya supaya Rafa duduknya jangan di dekat teman yg jahil, maupun di jendela, kalau bisa duduknya dekat meja guru. Di rumah, kalau Rafa butuh belajar, meja belajarnya harus minimalis banget, hanya barang yg benar-benar dibutuhkan saat itu.

  1. Matematika

Nah ini kan pelajaran yang abstrak. Memang pada anak neurotipikal, mulai usia 7 tahun itu kemampuan berpikir abstrak mulai berkembang, namun pada anak autis memang terlambat. Jadi gimana? Rafa diajari konkrit-nya. Misal pas belajar tambah dan kurang, saya pakai benda (bisa pakai pompom kecil, kancing, kacang-kacangan, bahkan jepitan jemuran jg pernah saya pakai). Perkalian juga masih pakai benda, dan memang harus dihafal. Pembagian itu saya beli alat peraga pembagian brand learning resources. Pernah juga saya print dari internet gambar pizza/kue yg sudah dibagi. Selain itu bagaimana? Saya pun sampai saat ini masih mencari cara.

  1. Bullying 

Ini sepertinya akan jadi postingan terpisah, karena cukup banyak yg dibahas.

Hal yang mau saya tekankan disini, dalam menghadapi tantangan, butuh doa yg banyak, usaha dari Rafa (dan keluarga) dengan latihan juga terapi, dan butuh bantuan pihak sekolah (wali kelas, learning support unit sekolah). Jadi penting ya di awal memilih sekolah yg memang bisa support anak berkebutuhan khusus dgn baik.

Saya berusaha meluangkan waktu yang banyak untuk Rafa sepulang sekolah. Biasanya Rafa ga langsung cerita, tapi saya temani makan, bermain atau membaca buku. Saat Rafa sudah lebih nyaman, baru ia bercerita jika memang ada tantangan di sekolah hari itu. Kadang juga ada hal yg Rafa ga ceritakan ke saya, alhamdulillah wali kelasnya yang cerita ke saya. Jadi memang komunikasi dgn pihak sekolah, terutama wali kelas sangat penting. 

Alhamdulillah Rafa banyak juga kelebihannya, dan kami orangtuanya berusaha lebih fokus disitu. Long-term memory Rafa sangat baik, dan ia sangat suka membaca buku, jadi kami sediakan banyak buku di rumah. Di sekolahnya alhamdulillah koleksi buku perpustakaan lengkap dan update. Screen time youtube kami berikan tapi dibatasi 2 jam sehari. Video youtube banyak yg bagus utk belajar berbagai ilmu. 

Rafa juga senang dengan bahasa. Dia senang bahasa Inggris, dulu juga les, kemudian dia bosan. Sekarang lagi belajar bahasa Arab. Alhamdulillah juga sekolahnya bilingual, jadi bisa latihan di sekolah. 

Sepertinya sekian dulu pembahasan saya. Semoga pembahasan ini bermanfaat bagi para Bunda yg dikaruniai anak spektrum autis. Oia, kalau mau diskusi, DM ke instagram saya aja ya, karena saya jarang banget buka blog. 

Menerima Takdir sebagai Ibu ABK

Assalamu’alaykum, saya mau sharing materi yang saya bawakan kemarin. Semoga bermanfaat bagi proses acceptance para Bunda yang dikaruniai ABK (anak berkebutuhan khusus).

Pada saat Rafa didiagnosis ASD (autism spectrum disorder), saya sempat denial, sampai “shopping dokter” dengan mendatangi 1 psikolog anak, 1 dokter rehabilitasi medik, 1 psikiater teman saya dan 1 psikiater anak. Semuanya memberikan diagnosis yang sama, sindrom Asperger/ASD ringan.

Tantangan apapun ke depannya bagi saya dan Rafa, insyaAllah sesuai kesanggupan kami, tidak perlu kuatir akan masa depan, husnudzon terhadap Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemberi Rezeki.

Seringkali terasa berat, disitulah saya berdoa memohon kemudahan pada Allah, agar beban yang seharusnya sanggup saya pikul, menjadi terasa lebih mudah.

Jalinlah komunikasi dan hubungan baik dengan pihak yang memberikan terapi (terapis, psikolog, dokter rehabilitasi medik, dokter anak) juga pihak sekolah (para guru, orangtua murid), insyaAllah akan sangat membantu anak.

Dulu saya seringkali menyalahkan diri sendiri atas segala sesuatu yang menimpa Rafa, dari mulai speech delay-nya, sampai ASD. Saya lupa, bahwa saya hanya manusia yang bisa berusaha, ada takdir Allah yang mutlak.

Prinsip “oxygen mask” saya dapatkan dari sahabat saya. Ibarat terjadi turbulence hebat di pesawat, masker oksigen dikeluarkan, pakailah untuk diri sendiri dulu, baru ke anak. Jangan terlalu fokus memenuhi kebutuhan anak, sampai melalaikan kebutuhan diri sendiri. Penuhi kebutuhan fisik (tidur cukup, tidak terlambat makan, olahraga), mental (me-time, dengan melakukan hobi seperti membaca buku, nonton, berkebun, dll) dan spiritual Bunda. Kebutuhan spiritual yaitu memenuhi kebutuhan jiwa (ruh, nafs) yang ingin selalu dekat dan beribadah kepada Allah. Milikilah cita-cita untuk Bunda sendiri, yang tidak berkaitan dengan anak, supaya Bunda lebih semangat menjalani hidup.

Semoga sharingnya bermanfaat. Wassalamu’alaykum.