A Gift

1527986408477

It probably around this time last year, that my friend, a cardiologist, told me that basically there’s something wrong with my heart, but it’s still in normal range, so I don’t have to worry. My reaction was freaked out. Even though it’s “normal”, somehow I still feel concerned about it.

Oh btw, I have arrhythmia (ventricular extrasystole), which in normal range, and mild-moderate tricuspid regurgitation. Arrhythmia is a condition where your heart beats irregularly. Regurgitation means there’s a defect in one of your heart valve, so your heart doesn’t pump blood optimally. As a doctor, if I have this kind of patient, I would suggest the same, he/she doesn’t have to worry. But as a patient, I don’t know, it feels different when you ARE the patient.

Freaked out? Yes. Sad? Yes. Scared? Yes. Happy thoughts? Gone. Well, that’s awful. That state was going about a few weeks. I often feel scared and cries a lot. It’s not like I will die right now..oh wait, I really don’t know when I’ll die. It’s just that..all this time, I always feel that “oh, I’m still young, I still have time”. But then it hits me “well, no, you don’t know how much time you still have”.

Actually, ALLAH already told us in Quran that we don’t have much time, time will pass quickly. In surah Al-Asr:
“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”

From then on, I try to accept my “gift”, maybe it’s a reminder from ALLAH. Repent now, before it’s too late. I’m eagerly go to pengajian, even I learn Arabic language so I can understand more about Quran. I’ve tried to collect more good deeds.

But, I still feel what I’ve done so far is not enough. So, from time to time, I panicked, I feel like I’m going to die on that exact moment. I even went to ER last week, and turns out that everything was normal. This is not good.

So I decided to go to a friend, who is a psychiatrist. In just less than an hour, she could made me tell her a lot of things that I’ve been holding in. She told me that panic disorder is not a sudden thing. It usually builds up from few hours before. When our body and mind can’t take it anymore, it goes in “panic state.” And every “panic state” usually have the same pattern. She told me to find that pattern with CBT (cognitive behaviour therapy). She also gave me some medications.

The thing that I remember the most is when she told me “you’ve done enough for everyone (your son, husband, parents), you can’t please them all. The one you really need to take good care is yourself, invest in yourself.”

When I REALLY think of it, it hits me again. I’ve done many good deeds, for everyone. But it seems I “forget” to fulfilled my soul. I’m still confused about my role. Is it enough if I keep being a stay-home-mom? Do I really need to work outside as a doctor again? I know that human was made to pray to ALLAH. But what kind of deeds that will elevate me in front of ALLAH, that I’m actually good at, that can benefit many people, that will eventually bring me closer to ALLAH?

My heart condition, also my mental condition, actually are “gifts” from ALLAH. I need to learn more about myself, and about Quran. I believe that eventually I will become a better person. Truly ALLAH’s plans are better.

“Bekal” Akhirat

Hidup selalu berputar seperti roda, kadang di atas, kadang di bawah. Saat kita merasa kehidupan “di atas” tidak usah terlalu senang, begitupun saat “di bawah” tidak usah terlalu sedih. Saya lupa baca dimana, kira-kira begini bunyinya: Hidup di dunia seperti persinggahan sementara, ibarat seorang musafir yang sedang berteduh sejenak. Jangan sampai terikat, karena kita menetap di dunia hanya sejenak saja.

Kehidupan yang saat ini sedang “di bawah”, membuat saya merenung, berpikir kembali, “Kita ini hidup untuk apa? Apa yang sebenarnya penting? Apa yang ingin saya capai di dunia dan apakah itu penting?”

Perjalanan Hidup Manusia

Lihat ilustrasi di atas? Hidup di dunia berarti kita baru menempuh ¼ kurang perjalanan. Di satu titik inilah yang menentukan “sisa” ¾ perjalanan kita. Apakah kita akan tersiksa atau bahagia selama ¾ perjalanan sampai tempat tujuan (surga/neraka), ditentukan oleh waktu kita di dunia ini.

Saya termasuk orang yang bekerja tanpa kenal waktu (tuntutan pekerjaan). Bahkan saat awal menikah, saya dan suami jarang berinteraksi. Saat saya berangkat, suami pulang dalam kondisi kelelahan, sering juga sebaliknya. Saat hamil, saya sempat berpikiran untuk kelak menitipkan anak ke orang tua saya, agar saya bisa fokus mengejar karir. Namun, semakin saya mengenal Islam lebih dalam, saya merasa tidak bahagia dengan hidup saya. Saya merasa waktu saya hilang begitu saja.

Menjawab pertanyaan saya sendiri, kita hidup untuk menyembah ALLAH dengan beribadah. Hal yang penting yaitu menyiapkan “bekal” untuk  “sisa” ¾ perjalanan. Apa amalan yang pertama kali dihisab? SOLAT. Perbaiki solat. “Celakalah orang-orang yang solat, yaitu orang-orang yang lalai terhadap solatnya” [Al-Maun: 4-5] Naudzubillah min dzalik. Jangan sampai saya termasuk orang-orang yang disebutkan pada surat Al-Maun. Sehingga saya berusaha solat wajib di awal waktu (tidak menunda-nunda), berusaha lebih khusyuk, dan mengerjakan solat sunnah (tahajud, dhuha, qabliyah, dll).

Apa lagi yang penting? Tentunya mengamalkan rukun iman dan rukun Islam. Apalagi? Jika saya meninggal kelak (meninggal itu PASTI), saya tidak bisa beribadah lagi. Tapi ada 3 hal yang masi bisa menjadi “bekal tambahan”, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta doa anak yang soleh. Amal jariyah yang seperti apa? Seperti turut serta membangun mesjid, sedekah al-Quran, dll. Selama mesjid/Al-Quran tsb dipakai orang lain, pahala akan mengalir terus ke kita. Ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. Bagaimana caranya? Salah satunya dengan mengajar atau menulis artikel/buku yang bermanfaat. Dan terakhir, doa anak soleh. Apakah mudah menjadikan anak saya soleh? Tentu tidak. Saya pun harus belajar agama dengan sungguh-sungguh, agar saya bisa mengajarkan ilmu agama ke anak saya.

Itulah cara saya. Setiap orang punya caranya masing-masing dalam mempersiapkan “bekal” akhirat. Mana yang benar? Selama caranya sesuai dengan Al-Quran dan hadis, insya Allah benar.