I am a Muslim

In the beginning of one English online lesson, Rafa suddenly said to his teacher “I want to tell you one thing, I’m a Muslim, so I don’t celebrate christmas, halloween, etc, I only celebrate eid ul Fitr, eid ul Adha, and birthday. Please remember that.” And the teacher promised to remember. 

Perhaps you are wondering why on earth Rafa said those things. In his previous English lessons, he learned about holidays around the world, including christmas, halloween, valentine, new years, april’s fools day, etc. The teacher, assuming Rafa also celebrates those holidays, asks what he usually does on those holidays. Rafa was confused and couldn’t answer. I never told him about those holidays, because us Muslim don’t celebrate them.

So, after that lesson, I explained to him about those holidays, and that we don’t celebrate them, because it mimics the kuffar, contain shirk, more mudarah (harms) than maslahah (benefits). We discussed them, and he understood. That’s the background story. He is an 8 year old boy, and he is proud of his identity as a Muslim, and stands firm in his faith, masyaAllah alhamdulillah. May Allah SWT always protects and guides Rafa’s fitrah.

Reply Puncak 1990an-2000an

Gegara nonton Reply 1988, judul postnya jadi begini deh. Besok insyaAllah saya mau ajak Rafa ke area Puncak. Seingat saya, ini pertama kalinya saya dan suami ajak Rafa ke Puncak. Rencananya hanya makan siang di OJ Organic Farm, yang bisa disewa 1 hari hanya utk 1 keluarga max. 15 orang. Untuk harga, 150 ribu/orang, yang kalau menurut saya worth the price. Di masa pandemi ini, ajak anak ke tempat yang sepi apalagi private pas weekend itu susah. OJ Organic Farm ini deket banget sama Taman Safari, tapi karena saya liat berita dimana-mana tempat wisata termasuk Taman Safari rame, saya urung pergi. Untuk review OJ Organic Farm insyaAllah menyusul ya.

Dengar kata Puncak, saya teringat masa kecil saya. Kedua orang tua saya sibuk. Saat hari kerja, paling bertemu hanya saat malam. Jadi di saat weekend ataupun liburan panjang, mereka sering mengajak anak-anaknya berlibur, salah satunya ke Puncak. Dulu kami punya sebuah vila di Kota Bunga. Vilanya bergaya Jepang, dan beberapa kali direnovasi karena kayunya sering dimakan rayap dan lembab. Saya ingat ada gazebo-nya yang cukup tinggi. Saya dan adik-adik saya suka bermain peran disitu. Sepeda dan raket bulu tangkis juga tidak ketinggalan dibawa, biarpun saya payah, tapi tetap menyenangkan. Oia, kami juga suka bawa “bekal” komik setumpuk. Jaman dulu hape masih cupu, jadi mesti bawa banyak “bekal” buat hiburan di vila yang tenang.

Ada beberapa “rutinitas” saat kami sekeluarga pergi ke Puncak. Berangkat pagi-pagi dari Jakarta, melewati kebun teh yang berkelok-kelok, kadang saya mabok, tapi paling seneng kalo uda di area kebuh teh karena bisa buka jendela dan udaranya segar banget, masyaAllah. Kadang kalo ga sempet sarapan, mampir ke restoran Puncak Pass. Saya ingat minuman cokelat panasnya enak, dan restorannya kayu-kayu keren gitu. Menjelang siang, biasanya sudah hampir sampai vila, kami mampir untuk makan siang di restoran Ponyo, ayamnya enak buanget. Disitu juga biasanya ada tukang majalah yang menjajakan berbagai buku, majalah dan koran dengan cara berkeliling dari 1 meja ke meja lainnya. Biasanya Papa membelikan saya dan adik-adik saya komik Paman Gober dan majalah Bobo (buat tambahan “bekal”), sementara Papa kadang beli koran atau majalah otomotif, kadang desain interior, kadang tentang berkebun.

Sampai di vila, kami sekeluarga kerja bakti merapikan vila. Mbak di rumah ga dibawa, jadi yang biasanya tinggal teriak “mbak” utk urusan rumah tangga, di vila kami latihan mandiri. Saya inget dulu sempet “siyok” pas harus cuci piring pake air yang dingin banget. But it was fun, because we did it together. Sorenya leyeh-leyeh sebentar, abis itu pergi ke restoran untuk makan malam. Kadang restoran di area komplek vila, kadang keluar. Ada 1 restoran di luar komplek yg saya ingat banget. Restoran yg jual chinese food, dindingnya kaca semua, mejanya juga dempet-dempet, tapi makanannya wah masyaAllah enaaakk. Pulang dari restoran, kami suka mampir ke area mini market di komplek vila. Suka ada yg jual pisang bakar dan jagung bakar. Makan mulu ya, haha, abis udaranya dingin. Kadang juga kami mampir ke mini market utk membeli bbrp keperluan. Jaman dulu blom ada indomaret alfamart, jadi ya mini market seadanya aja. Malamnya biasanya tidur cepet karena tepar.

Paginya, orangtua kami suka ngajak jalan pagi keliling komplek. Komplek vila Kota Bunga itu unik, banyak tema bangunan vilanya. Biasanya kami jalan pagi melewati area vila tema koboi dan Belanda. Kalo lagi semangat, kadang kami jalan agak jauh sampai ke area vila Thailand. Sampai di vila, Mama bikinin sarapan indomi rebus. Buat saya itu uda spesial banget, karena Mama jarang masak. Biasanya yg masak si mbak, atau ya delivery. Indomi kornet bikinan Mama, pakai mangkuk hijau bening, menurut saya yg terbaik.

Setelah itu kami diajak ke taman bermain. Dulu namanya Mini Dufan. Pintu masuknya ada 2 tower, 1 berwajah senang, 1 berwajah sedih. Ada cukup banyak yang bisa dinaiki, bahkan seingat saya ada juga roller coaster mini. Untuk bermain disana, harus menukar uang dengan koin khusus. Kami biasa main sampai koin kami habis, baru keluar areanya soalnya kalo uda keluar mesti bayar lagi untuk masuk. Dan seinget saya, tiket masuknya lumayan mahal, jadi puas-puasin dulu main di dalem. Pas keluar pas jam makan siang. Setelah itu biasanya kami jalan ke area Little Venice. Jadi memang ada danau besar, dan arsitekturnya seperti di Italia. Ada gondola-nya juga kalo ga salah. Dulu areanya masih dibangun, jadi biasanya kami ngider-ngider di komplek vilanya aja. Di area ini vila-vilanya ada yang bertema China dan Eropa. Ah, saya juga ingat ada deretan vila buesar tema Swiss di sepanjang sungai. Seneng aja ngeliat vila-vila berbagai tema.

Sorenya biasanya leyeh-leyeh lagi, lalu makan malam. Setiap cari makanan di restoran luar komplek vila, saya suka melihat pemandangan dari mobil. Lampu-lampu berbagai rumah di kejauhan sangat cantik, dan kadang juga terlihat siluet gunung, juga banyak bintang, masyaAllah. Ada 1 restoran yg berkesan juga, namanya Melrimba Garden. Area food court dengan tembok batu bata, jadi kesannya rustic. Favorit saya toko taneman di sebrang restoran. Seneng aja ngeliat berbagai macam taneman. Kadang juga beli kaktus 1 atau 2, untuk dibawa ke vila. Ya biarpun kaktusnya ga tahan lama sih krn saya kurang telaten ngerawatnya.

Ah saya ingat! Paling sering kami ke Puncak saat liburan akhir tahun. Jadi malam harinya, kami suka ke gazebo sambil liatin kembang api yang biasanya diluncurkan dari berbagai sudut komplek vila tsb. Btw gazebo-nya ini memang dibuat tinggi, supaya bisa melihat pemandangan hampir seluruh komplek vila. Oia, kami juga suka bawa kembang api sendiri, jadi kalo uda cape main di jalanan vila, ya nontonin kembang api orang lain aja di gazebo. Malam itu biasanya kami tidur larut malam, karena suara kembang apinya berisik, haha.

Besoknya biasanya kami uda beres-beres vila lagi, karena harus kembali ke Jakarta. Kami, kembali pagi-pagi setelah sarapan, disaat jalanan belum macet. Di perjalanan pulang kami suka mampir Masjid Atta’awun. Masjid yang dikelilingi perkebunan teh. Omong-omong soal kebun teh, suatu saat saya pernah diajak orangtua saya untuk jalan kaki mengikuti jalan setapak di kebun teh. Kalo dari jauh keliatannya deket ya. Tapi pas dijalanin, cape juga, jauh juga, dan tinggiii. Pemandangan saat uda di atas, masyaAllah indah banget. Tapi kalo diulang berkali-kali ya ogah, wkwk. Siangnya biasanya kami uda sampai di Jakarta lagi.

Liburan singkat 3 hari 2 malam, di akhir tahun, dengan berbagai rutinitas rutin, merupakan pengalaman yang indah buat saya. Terutama karena saya menjalaninya dengan kedua orangtua dan adik-adik saya. Kapan lagi kami bersantai dan berkumpul seperti itu kalo bukan pas liburan. Vila itu juga menyimpan memori saya yang lain. Memori dengan geng cewe-cewe saat saya SMP, dimana Meteor Garden lagi tenar-tenarnya, sampe kami bawa seabrek DVD Meteor Garden buat maraton nonton. Ibu saya yg saat itu mendampingi ga habis pikir, ini bocah-bocah uda jauh-jauh ke Puncak, malah di vila doank nontonin cowo-cowo Taiwan, sambil nangis-nangis pula, wkwk. Juga memori dengan teman-teman kuliah saya. Teman-teman seperjuangan suka duka di kedokteran, yang saat di vila memakai pakaian biasa tanpa jas putih juga stetoskopnya, sementara melupakan segala diktat untuk menikmati liburan layaknya mahasiswa biasa. It was a short but meaningful getaway.

Vila itu sudah lama dijual oleh orangtua saya, karena semakin dewasa, saya dan adik-adik saya semakin “sibuk” dengan urusan masing-masing. Saya ingat, saat itu kedua orangtua saya terlihat cukup berat untuk menjualnya. Saat itu saya ga ngerti kenapa. Toh itu hanya properti diantara properti lain yang mereka miliki. Namun, sekarang saya paham, vila itu memiliki banyak memori, disaat kami sekeluarga kompak liburan bareng, dan bisa menikmati hal-hal sederhana.

Ada 1 hal yang paling berkesan buat saya. Orangtua saya sering membeli dari pedagang kecil. Seperti pedagang majalah di restoran ponyo, pedagang gemblong di jalan dan di area vila juga masjid, pedagang semprong, cobek, dll. Kadang barang/makanan yang dibeli dipakai/dimakan, kadang juga dikasih lagi ke orang lain. Seringnya para pedagang itu uda kakek nenek. Saya ingat ada pedagang jagung langganan ibu saya, sudah tua, tapi kalo senyum ceraaaah sekali. Semakin dewasa, saya tau kalau ibu saya hampir selalu memberi lebih saat membayar. Kebiasaan sedekah itu saya perhatikan terus, dan akhirnya ga sadar saya ikuti juga. Saya jadi paham istilah “children see, children do”. Hal-hal yang mungkin terlihat sepele, tapi dilakukan berulang-ulang di depan anak, bisa menginspirasi anak melakukan hal yg sama.

Semoga saya bisa memberikan memori yang baik ke Rafa, seperti kedua orangtua saya kepada saya saat kecil dulu. Rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kamaa robbayani shogiro.

Cara Ambil Paket JTR Jakarta

1. Telpon customer service jne 021-29278888
2. Bilang mau booking untuk ambil paket sendiri. Nanti cs-nya akan buat laporan.
3. Tunggu telpon/sms dari jne. Bisa di hari yg sama, bisa besoknya. Ditelpon/sms berarti paket kita sudah bisa diambil. Jangan lupa tanya nama penelpon (yg tanggung jawab sama paket kita). Alamat jne garuda: jl.garuda kemayoran no.62
4. Jne garuda itu isinya cuma gudang besaarrr sama mobil jne buanyaaakk. Jadi kita ambil paketnya di pos satpam. Satpamnya akan bertanya: uda booking belum, siapa yg telpon, baru terakhir ditanya nomor resi. Jgn lupa bilang paketnya jtr, bukan jne byasa.
5. Satpamnya nyari dulu paket kita di gudang yg mana, sekitar 15 menit kemudian kita disuruh ikutin dy ke gudang.
6. Serah terima paket di gudang sama petugas jne. Bisa minta tolong bawain paketnya juga ke mobil.

 

Beberapa hal penting
– Kalo bisa ambil paket berdua, satu nyetir (standby di mobil), satu ke gudang. Soalnya parkiran super penuh, kata satpamnya harus ada yg standby di mobil.
– Biarpun jne garuda 24jam, pengambilan paket sendiri ada jamnya:
– Senin-jumat 9 pagi-9 malem
– Sabtu 9 pagi-5 sore
– Minggu 11 siang-5 sore
– Pas ditelpon jne, saya disuruh bawa fotokopi ktp. Tapi kemarin gada yg nanyain sih, baik satpam maupun petugas jne-nya. Buat jaga2 gada salahnya bawa 😅

Written in …

Like a bird that flies
In the morning light,
Or a butterfly in the spring,
When your spirit rides,
On the wings of hope,
You’ll find your wings.

And you’re always free to begin again,
And you’re always free to believe!
When you find the place
That your heart belongs,
You’ll never leave.

You and I will always be
Celebrating life together.
I know I have found a friend forevermore!
Love is like a melody;
One that I will always treasure.
Courage is the key that
Opens every door!

Though you may not know
Where your gifts may lead,
And it may not show at the start,
When you live your dream,
You’ll find destiny
Is written in your heart.

Those are lyrics from one of the song in Barbie Princess and the Pauper, which titled Written In your Heart. I took those lyrics from here (http://barbiemovies.wikia.com/wiki/Written_In_Your_Heart)

Well, I know that I shouldn’t listen to music cause it could divert me from reciting Holy Quran. This is one of the things that I still can’t give up (yet). I didn’t listen to new songs. The only radio channel I still listen is radio rodja, which broadcast only about Islam. But, whenever I hear songs from my youth, it’s very hard to resist. Oh, and most of the time I watch k-drama, I turned off the sound because those k-dramas soundtrack are usually gooood. Yes, I tried not to listen to music.

I would say that my effort is pretty good considering my history with music. When I was a child, I took piano lesson for more than 6 years. My parents often took me and my siblings to classical concerts (yes, the ones with live orchestra), ballet performance, etc. Half of my cousins can play piano/violin/guitar, or do ballet, or sing in a student choir, event conduct a student orchestra. My parents also loves to do karaoke at home, they even have a karaoke room which costs A LOT. Growing up, I often went to pentas seni. So, music had been a huge part of my youth.

Enough of my history. Back to the lyrics. The part that I like the most is when Erika decided to chase her dreams to sing and travel the world. At that time Dominic already proposed to her, but he willing to wait. After months of travelling, she realized there was one place she wanted to stay more than anywhere else. Sometimes being free means choosing not to go, but to stay. She decided to accept Dominic proposal, and stay beside him. Followed by this song:
And you’re always free to begin again,
And you’re always free to believe!
When you find the place
That your heart belongs,
You’ll never leave.

 

Part of me laughing while watching the movie, but my innerchild overjoyed. Come on, who wouldn’t want to stay with a king (Dominic) and live happily ever after? ROTFLOL. Nevertheless, part of me can feel a bit relate to Erika. I choose to support my husband’s career and taking a good care of our son. I believe I can start over my career, but my son’s childhood can never be repeated.

You and I will always be
Celebrating life together.
I know I have found a friend forevermore!
Love is like a melody;
One that I will always treasure.
Yes, I already have the best partner for life (and life hereafter). We always try to be better person so that we can meet again in Jannah.

Courage is the key that opens every door!
Though you may not know
Where your gifts may lead,
And it may not show at the start,
When you live your dream,
You’ll find destiny
Is written in your heart (more likely in Lauhul Mahfuz)
Yes, I need courage to do something that I haven’t done before. I may not know what my gifts are, or how I use them to bring greater good. But I need not to worry, because my life already written in Lauhful Mahfuz. Whatever path I choose, it will lead me to what was already written there. It’s written by ALLAH SWT.

Jujur Pada Diri Sendiri

Apakah kita sudah jujur pada diri sendiri? Ataukah kita lebih sering membohongi diri sendiri, yg justru membuat masalah kita kompleks?

Kita bisa membohongi orang lain, bahkan membohongi diri sendiri, tapi kita tidak bisa membohongi Allah SWT. Lalu kenapa kita masih membohongi diri?

“Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” [QS At-Taghaabun: 4]

Saat kita marah, apakah memang demikian? Apakah kita tidak sedang berbohong kepada diri sendiri untuk menutupi kesedihan, kecemasan dan kegelisahan kita?

Saat kita benci, apakah memang demikian? Apakah kita tidak sedang berbohong kepada diri sendiri untuk menutupi iri dan dengki kita?

Saat kita putus asa dan menyerah, apakah memang demikian? Apakah memang demikian? Apakah kita tidak sedang berbohong kepada diri sendiri untuk menutupi “kemalasan” kita?

Jujurlah pada diri sendiri. Allah SWT Maha Mengetahui semua isi hati kita. Jika kita merasa berat, mengadulah kepadaNya, minta kekuatan kepadaNya, dan teruslah berusaha. Bersihkan hati, perbanyak zikir, perbanyak sedekah. Insya Allah hati kita tenang.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” [QS Ar-Ra’d: 28]

Tentang “Harga” Diri

Sebagai seorang muslim, saya meyakini bahwa derajat seseorang itu tergantung tingkat ketakwaannya terhadap Allah SWT, dan yg bisa menilai itu hanya Allah SWT. Saya hanya bisa terus beribadah sesuai petunjuk Al Quran dan hadits, sambil berharap amalan saya diterima dan derajat saya tidak turun di hadapan Allah SWT.

Alangkah indahnya dunia kalau saya hanya berharap pada ridho Allah SWT semata. Namun sayangnya, saya belum sampai tahap itu. Saya masih sangat memperdulikan dan mementingkan pendapat orang lain. Saya selalu membandingkan diri saya dengan orang lain yg kondisinya di atas saya. It feels like I’m beating myself, and I feel less valuable.

Kemudian saya membaca artikel ini. JLEB! Ya, yg kurang pada diri saya adalah IKHLAS. Saya yg biasa dengan pujian sejak kecil tanpa sadar menjadikan pujian itu kebutuhan. Kayaknya ada yg kurang gitu kalo ga dipuji. Kalo ga dipuji berarti saya ga berharga. Kalo postingan ga di-like berarti saya ga berharga (emak2 jaman now) Dan sejuta kalau lainnya, yg intinya mengharap pujian manusia. Kalo dipuji manusia, wuih harga diri meroket kyknya. Astagfirullah! Bukan cuma ga ikhlas, ternyata saya juga RIYA.

Ga ikhlas + riya = paket kombo resep nelangsa merasa ga berharga. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Musibah ini buat saya. Tugas saya sekarang BELAJAR IKHLAS dan TIDAK RIYA. Bismillah semoga bisa sebelum waktu saya habis di dunia.

Firman Allah SWT pada surat Al Baqarah ayat 264:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.

Penantian Mengurus SIM

Sudah rahasia umum kalau membuat SIM yang mudah dengan jasa bantuan. Saya juga termasuk yg menggunakan jasa tsb. Bukan berarti saya tidak bisa menyetir. Saya sudah ikut les menyetir selama kurang lebih 1 bulan dan sudah dinyatakan lulus.

Sebenarnya saya sudah bisa menyetir sebelumnya dan sudah memiliki SIM, namun SIM saya sudah kadaluarsa sejak 2 tahun yg lalu. Tenang dulu, saya memang sudah tidak menyetir sejak 3 tahun yg lalu. Jadi saya baru sadar sekarang kalau SIM saya sudah kadaluarsa. Karena skill menyetir saya sudah karatan, dan anak saya sudah mulai sekolah, akhirnya saya les menyetir lagi (dan lulus, alhamdulillah).

Balik lagi ke mengurus SIM. Saya sudah sampai di tempat janjian sekitar jam 7.15, dan saya ga sendiri. Ada sekitar 20 orang yg juga sudah janjian. Saya mengisi formulir, diberi pengarahan, kemudian kami ber-20 berjalan bersama masuk ke satpas daan mogot. Jalannya lumayan jauh, sambil ngobrol, ternyata sebagian besar yg mau mengurus SIM umurnya belum 20, bahkan ada yg 17, sementara saya hampir 30. Ada juga loh yg memanggil saya “Bu”, oh noo, saya masih “Mbak/Kakak” koq.

Anyway, sampai di pintu masuk yg di dalam, ternyata eh ternyata, masih ditutup. Sudah banyak orang yg menunggu di sekitar pintu masuk. Ada pak polisi penjaga pintu mengatakan bahwa pintu baru dibuka jam 8. Saat kami datang baru jam 7.30. Oh well, alhamdulillah saya sudah sarapan, bawa cemilan dan minum. Lumayan biar ga pingsan.

Sekitar jam 7.45, orang-orang sudah mulai baris di depan pintu. Saya ga liat jam lagi pas pintunya dibuka. Alhamdulillah lumayan tertib sih antrinya, jauh lah sama waktu antri AADC1 dulu (iya, saya uda tua). Langsung antri di loket 2 (SIM A), menyerahkan formulir yg sudah diisi, nanti dapat nomor pendaftaran. Kemudian naik ke lantai 2 untuk ujian teori.

Untuk ujian teori, jangan lupa bawa pulpen dan pensil. Pulpen untuk mengisi identitas, pensil untuk mengisi lembar jawaban. Kalau ga bawa pensil, di pintu gerbang satpas banyak yg jualan pensil. Saya ga bawa pensil, jadi beli dgn harga 3000 rupiah. Saya tau darimana perlu pensil? Karena penjualnya teriak “Pensilnya mbak untuk ujian tulis di dalem” Kalau ga bawa pulpen? Ter.la.lu.

Fyi, ujian teori ini ada 30 pertanyaan pilihan ganda. Ada 10 set soal, tapi tenang aja, yg dikerjain cuma 1 set koq. Uda ada kodenya menurut jenis sim. Misal tadi saya dapet set soal A 9; saya ambil tes sim A dan kebetulan dapat set nomer 9. Dinyatakan lulus kalau benar 21 dari total 30 pertanyaan tsb. Saya mulai ujian pukul 08.15, selesai 08.45.

Selesai ujian tulis, peserta ujian dipersilahkan menunggu di loket 5 atau 7. Saya menunggu hasilnya di loket 7. Sampai disana, saya disuruh ke tengah lapangan praktek. Ada tenda yg berisi banyak kursi. Nah disitu saya menunggu cukup lama dan semakin siang semakin banyak orang yg juga menunggu di tenda tsb. Alhamdulillah saya dateng pagi, jadi masih kebagian duduk di dalem tenda, jadi ga kepanasan.

Sekitar jam 10, ada petugas satpas yg datang bawa toa. Dia memberikan pengumuman dan tips berkendara yg baik. Setelah selesai, ada petugas satpas lain yg datang dan mulai memanggil nama2 peserta. Kalau lulus ujian teori, nanti ketika dipanggil akan dapat lembar untuk ujian praktek. Saat nama saya dipanggil, alhamdulillah dapat lembar ujian praktek. Ada poin2nya: maju mundur 50m, maju mundur zig zag, naik turun tanjakan, parkir seri dan parkir paralel. Lembar ujian prakteknya saya isi identitas diri saja, evaluasinya yg mengisi petugasnya (ya iyalah). Kemudian lembar tsb dikembalikan ke petugasnya. Saya menunggu lagi dipanggil untuk ujian praktek.

Alhamdulillah ga terlalu lama menunggu, nama saya dipanggil utk ujian praktek. Selesai ujian praktek, saya mengembalikan lembar penilaian ke loket 11, dan disuruh menunggu di loket 12a. Loket 12a ini ruangan tertutup, ada AC dan ada yg jual minuman dingin. Lumayan banget krn cuaca lagi terik bgt.

Setelah menunggu, saya dipanggil utk foto di loket 16. Loket foto ada loket 13, 14, 15 dan 16. Loket 16 ini loket foto khusus perempuan loh. Alhamdulillah ya jadi nyaman mau benerin jilbab atau touch up make up yg uda kucel lusuh. Baru selesai benerin jilbab, mau touch up, eh uda keburu dipanggil. Masih kucel dah, yaudalah. Selesai foto, saya menunggu SIM di loket 30. Dan akhirnya saya mendapat SIM jam 11. Alhamdulillah.

Beberapa tips untuk yg mau mengurus SIM:

  1. Dateng pagi sebelum jam 8. Jangan kepagian juga, subuh uda dateng, ayam jg baru bangun. Jam 8 kurang uda antri di depan pintu masuk, jd pas dibuka jam 8, ga antri lama lgsg masuk, antri di loket jadi ga terlalu lama.
  2. Sarapan yg cukup, bawa minum dan cemilan. Saya aja total prosesnya 3 jam lebih, bisa pingsan kalo kurang makan minum.
  3. Jangan malu bertanya kalo gataw ato merasa tersesat. Di satpas daan mogot ada beberapa bapak-bapak pakai baju putih celana hitam dan memakai SELENDANG ala miss universe yg bertuliskan PEMANDU. Mereka biasanya berdiri di hot spot alias tempat yg gampang keliatan pas lagi bingung. Saya bolak balik nanya ke bapak-bapak tsb, dan semuanya ramah koq.
  4. Fokus dan perhatikan banget petugas satpas yg lagi menyampaikan pengumuman. Jangan berisik ato ngobrol sendiri, krn yg rugi diri sendiri dan orang lain. Misal lagi dijelasin cara mengisi lembar ujian teori (isi identitas loh bukan jawabannya), perhatikan, terutama kode soal, jangan sampai salah isi, bisa2 ga lulus ujian. Contoh lain, pas petugas lagi memanggil nama2 peserta ujian praktek, perhatikan, jangan krn kita berisik, nama kita kelewat ato orang di sebelah kita jadi ga mendengar namanya dipanggil, lama lagi nunggunya.
  5. Terakhir dan paling penting; banyak berdoa. Mudah2an prosesnya lancar dan ga harus mengulang 🙂

Menulis dengan Bahasa Indonesia, yuuuk

Assalamu’alaikum.

Awal saya membuat blog ini, saya bertekad menulis dengan bahasa Inggris untuk mengasah kemampuan bahasa Inggris saya yang semakin hari semakin tumpul. Namun, setelah ngobrol dengan teman saya yang blogger senior, Isti, akhirnya saya memutuskan untuk posting dengan bahasa Indonesia juga. Kenapa?

  1. Saya orang Indonesia *mendadak nasionalis
  2. Saya merasa harus mengasah juga kemampuan saya menulis dalam bahasa Indonesia.
  3. Saya salah satu kontributor di www.doctormums.com, yang isinya artikel kesehatan terpercaya dalam bahasa Indonesia. Untuk membuat 1 artikel disana dibutuhkan waktu yang ga sebentar, dan mumet bikinnya. Saya ingin menulis dalam bahasa Indonesia yang ga mumet, yaitu di blog saya ini. Oia, bukan berarti artikel di doctormums mumet dibaca ya. Artikel kesehatan disana dibuat semenarik dan sesederhana mungkin, sehingga mudah dibaca oleh siapapun. Jadi yang mumet penulisnya aja *nasib
  4. Saya senang menulis *alasan macam apa ini, klise banget ya, hehe.
  5. Supaya saya bisa lebih sering update blog.

Kurang lebih itulah alasan saya untuk menulis postingan blog dalam bahasa Indonesia. Bukan berarti saya tidak akan menulis lagi dalam bahasa Inggris, tapi mungkin saya akan lebih sering menulis postingan blog dalam bahasa Indonesia, hehe.

Human interaction is not dead

I thought with the current technology, people will not talk with strangers anymore because they are “too busy” doing something with their smartphone. But, I was wrong.

Just yesterday, I had a flight from Yogyakarta to Jakarta. In case you don’t know, both are big cities in Java Island, Indonesia. Indonesia consists of a lot of islands. There are about 17,000 islands (yes, that many). There are five main islands, including Java. Back to the story, I arrived at Adisucipto International Airport (-red airport in Yogyakarta) an hour an half before boarding time. Yes, it’s too early. My parents taught me to arrive at the airport at least one hour before boarding time so that we won’t miss the flight. It’s always better to wait at the airport than caught off in the traffic. We also have plenty time to enjoy the airport facility. My 3 year old son was very excited to see planes took off and fly.

Unfortunately, my flight was 1,5 hour delayed due to bad weather. So, I had to wait for 3 hours! That’s too long. Well, apparently my son didn’t think so, he just keep running around happily. I took turn taking care my son (read: running around airport) with my husband. When it’s my husband turn, I was bored. I turned off my phone because I was having a headache, looking at my phone just making it worse. So, I looked around. There is  a woman sat in front of me, she’s about 40 years old and looked friendly. I tried to chat with her. We talked about few things for about 15-20 minutes. It’s a quite long conversation considering we’re strangers. A few seats beside me, there’s an old woman talking to a woman in front of her. I could hear them, and it seemed like they’re strangers. Then I looked around again. As I predicted, most of them were looking at their phone or laptop/notebook. But, there were still a few people talking to another person.

Thanks to my headache, I was having fun talking to a nice stranger. I also found out “prove” that human interaction is not dead because of technology. Sometimes we just need to look around.

Chicklit: to read or not to read

I like reading, especially novels. I have some favourite authors, most of them are British. When I was little, I like reading Enid Blyton’s books. As I grow up, I also like reading detective novels, from Sir Arhur Conan Doyle and Agatha Christie. Of course I also read JK Rowling’s books, who didn’t anyway. At that time, every child must have read Harry Potter. Nowadays I like reading chicklit. Sophie Kinsella, Meg Cabot, Jane Costello and Paige Toon are my favourite chicklit authors so far. But the thing is, as I grow up, I also learn about my religion, Islam. It bothers me when there are few things in chicklit novels that doesn’t click with Islam. I give you a few example.

In chicklit, unmaried people usually have sex. In Islam, only married people can have sex. Pre-marital sex is zina, thus it is forbidden. As written in Holy Quran chapter 17 surah Al-Isra verse 32 “Do not even go near zina (fornication or adultery) for it is a very indecent thing and a very evil way.”

In chicklit, people often drinking alcohols, usually until drunk. In Islam, alcohol is forbidden. As written in Holy Quran chapter 5 surah Al-Maidah verse 90-91 “O you who have believed, indeed, intoxicants (all kinds of alcoholic drinks), gambling, [sacrificing on] stone alters [to other than Allah], and divining arrows are but defilement from the work of Satan, so avoid it that you may be successful. Satan only wants to cause between you animosity and hatred through intoxicants and gambling and to avert you from the remembrance of Allah and from prayer. So will you not desist?”

In chicklit, I often find people divorced, whether the parents, the hero or heroine. In Islam, it is okay to divorce, but Allah really hates divorce. “The most hated of permissible things to Allah is divorce. ” (Sahih) [Ibn Majah Vol. 3, Book 10, Hadith 2018]

Well, those things are bothering me when I’m reading chicklit. Do I still read chicklit nowadays? Yes, but I often skip many parts. I can easily skip sex part, but I hate skipping drinking part. Most crucial information usually is in the drinking part, even the hero and heroine first meet usually at the bar (not always though), get drunk and so on. Why oh why, people need to get drunk in chicklit? Can’t they find love or solve problem without drinking? Even if they are not Muslim, drinking alcohol is not good for their health. It can damage your liver and brain. *inhale* *exhale*

Btw, you can read about alcohol’s damaging effects on liver and brain here http://pubs.niaaa.nih.gov/publications/aa63/aa63.htm